Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mencatatkan total kredit secara konsolidasi sebesar Rp 588,7 triliun atau melemah 2,5% yoy sepanjang tahun 2020. Direktur Keuangan Vera Eve Lim mengatakan, permintaan kredit di sektor perbankan masih dalam proses pemulihan, sejalan dengan adanya pandemi Covid-19 yang membatasi mobilitas dan mempengaruhi iklim bisnis.
Vera mengambahkan, sepanjang 2020 BCA melihat bahwa terdapat beberapa sektor yang tahan banting melewati pandemi seperti sektor minyak nabati dan hewani serta sektor telekomunikasi dan infrastruktur transportasi. "Seiring dengan proses pemulihan ekonomi secara bertahap BCA akan tetap fokus pada penyaluran kredit ke sektor-sektor yang berpotensi besar dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian," papar Vera kepada Kontan.co.id pada Rabu (31/3).
BCA berharap geliat perekonomian di Indonesia akan pulih kembali seiring program vaksinasi Covid-19 secara nasional. Hal ini disertai dengan penerapan protokol kesehatan dan berbagai kebijakan strategis dari regulator dan otoritas perbankan.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencermati kinerja intermediasi mengalami kontraksi di awal tahun. OJK mencatat per Februari 2021 pertumbuhan kredit perbankan masih kontraksi sebesar 2,15% secara year on year (yoy) menjadi Rp 5.419,1 triliun.
Baca Juga: Analis proyeksikan kredit BCA (BBCA) tumbuh 4%-5%, simak rekomendasi sahamnya
Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan debitur-debitur perbankan belum siap menerima kucuran kredit karena beberapa industri belum beroperasi secara penuh seperti hotel, transportasi dan BUMN besar yang kreditnya di perbankan biasanya besar. Selain itu, korporasi tidak memerlukan modal kerja yang besar.
“Untuk kredit UMKM secara year on year (yoy) masih terkontraksi 2,88%, namun mengalami perbaikan setelah mendapatkan berbagai stimulus dari OJK dan Pemerintah. Sedangkan kredit korporasi turun 3,75% yoy,” ujar Wimboh secara virtual.
Regulator telah memonitor 200 debitur besar sejak Maret 2020 hingga Februari 2021. Terdapat 116 debitu yang mencatat penurunan baki debet dengan rata-rata penurunan -17,5%. Sedangkan kelompok berdasarkan 10 debitur besar, penurunan terbesar, total penurunan baki debet sebesar Rp 107,2 triliun atau menurun 32%.
“Ini menunjukkan, kita harus mempercepat stimulus permintaan agar debitur besar yakni yang berhubungan dengan pariwisata, transportasi, automobil, dan ril estet. Ini perlu mendapat perhatian serius, sehingga ini bisa cepat untuk bangkit dalam antisipasi kenaikan permintaan yang kita stimulasi secara sinergi dengan pemerintah sejak awal 2021,” papar Wimboh.
Baca Juga: Kredit korporasi Bank Mandiri mulai tumbuh di Februari 2021
Lebih lanjut, OJK mencatatkan pertumbuhan kredit masih ditopang oleh bank BUMN yang tumbuh 1,5% yang banyak menggarap segmen UMKM. Lalu bank pembangunan daerah (BPD) tumbuh 5,7% yang banyak menggarap kredit konsumer.
“Ini yang tumbuh pertama kali, prosesnya memang demikian. Nanti ini akan bisa menstimulasi permintaan yang besar, sehingga kredit-kredit besar seperti hotel dan transportasi ikut belakang,” tambah Wimboh.
Lebih lanjut Wimboh menyatakan untuk bank umum swasta nasional dan bank campuran, justru kreditnya mengalami penurunan minus 5%. Lantaran bank kelompok ini memiliki segmen-segmen kredit yang berskala besar. Wimboh sebut untuk segmen UMKM, bank swasta nasional relatif lebih rendah dibandingkan bank BUMN.
Baca Juga: Jadi tumpuan, perbankan fokus salurkan kredit UMKM
Selanjutnya: OJK mencermati kredit korporasi masih kontraksi 3,75% di awal tahun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News