Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendesak penyelesaian klaim Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 harus dilakukan secara komprehensif serta memperhatikan nasib seluruh nasabah.
"Bukan cuma klaim nasabah yang jatuh tempo, tapi masih ada 2,5 juta nasabah lain. OJK melihat komprehensif penyelesaian supaya semua nasabah terlindungi walaupun tidak 100%," kata Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) IIA OJK Ahmad Nasrullah di gedung DPR, Jakarta, pekan lalu.
Baca Juga: Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life) Mencicil Klaim Polis Bernilai Rp 50 Juta
Selama ini manajemen sering menyampaikan program penyelesaian jangka pendek, seperti melalui penjualan aset. Padahal nilai aset perusahaan tidak sebanding dengan klaim yang ditanggung. "Pola penyelesaian yang mereka tempuh katakanlah jual aset, mereka bilang asetnya Rp 6,5 triliun dan ditawar laku Rp 7 triliun. (klaim) yang jatuh tempo sampai akhir tahun diperkirakan Rp 9 triliun, itu saja sudah tidak cukup," jelas Nasrullah.
Jika klaim Rp 9 triliun dibayar tahun ini, diperkirakan perusahaan masih menanggung total klaim Rp 23 triliun pada tahun depan menurut Nasrullah.
Maka itu, OJK menolak rencana penyehatan keuangan (RPK) jangka pendek yang sudah disampaikan sebanyak enam kali karena perusahaan akan kesulitan bayar kewajiban di luar klaim nasabah jatuh tempo. "Kita lihat tidak ada penyelesaian di arah situ (komprehensif), selalu penyelesaian jangka pendek dengan jual aset. Ya udah selesai," sesalnya.
Jika merujuk laporan keuangan perusahaan tahun 2019, Bumiputera menanggung liabilitas atau total kewajiban sebesar Rp 30,41 triliun. Liabilitas terbesar disumbang dari cadangan premi Rp 24.36 triliun dan utang klaim Rp 5,17 triliun.
Dengan liabilitas yang besar tidak dibarengi ekuitas atau modal yang kuat. Pada tahun lalu, nilai ekuitas perusahaan bahkan minus hingga Rp 20,44 triliun. Sementara nilai aset hanya tersisa Rp 9,97 triliun.
Baca Juga: Asuransi Kresna Mitra (ASMI) memprediksi pendapatan turun 25%-50% pada 2020
Dengan kondisi itu, manajemen berjanji akan mencicil pembayaran ke nasabah. Menurut rencana, mulai September 2020 nanti mereka akan membayar oustanding klaim sebesar Rp 5,3 triliun.
Berbagai opsi pendanaan tengah dipersiapkan untuk bayar klaim dari 365.000 polis itu. "Jika Agustus (kesepakatan pendanaan) ada yang deal, maka uang bisa masuk. September 2020 mulai bayar klaim," kata Pelaksana Tugas Direktur Utama Bumiputera Faizal Karim.
Rencananya, Bumiputera memprioritaskan pembayaran ke klaster atau kelompok polis dengan klaim bernilai rendah. Faizal membaginya dalam lima klaster dan paling rendah bernilai Rp 1 juta-Rp 10 juta. "Prioritas klaster rendah karena ini uang cilik (kecil)," ungkapnya.
Pembayaran klaim nasabah juga berdasarkan hedging atau umur klaim, jenis - jenis produk asuransi dan kemudian sebaran kantor wilayah. Dengan rencana itu, diperkirakan klaim Rp 5,3 triliun bisa dibayarkan keseluruhan pada pertengahan tahun 2021. Namun itu, semua bergantung dari pendanaan yang diperoleh perusahaan.
Baca Juga: Kresna Life mulai bayar klaim ke nasabah
"Tergantung aliran dana masuk. Tapi menurut perkiraan, kalau semuanya dibukakan jalan oleh Tuhan saya yakin di Agustus, September, Oktober, November paling lambat pertengahan tahun depan," jelasnya.
Untuk sumber dana utama dari internal perusahaan seperti klaim reasuransi dan factoring atau piutang polis. "Semua piutang-piutang yang ada di sini, di antara piutang kami ada produk pinjaman polis. Pinjaman polis, saya jual ke perusahaan factoring atau bank dan ini jaminannya," kata Faizal.
Ia memperkirakan, dana internal tersebut bisa menyelesaikan 7,5% - 15% dari total klaim Rp 5,3 triliun. Opsi pendanaan ini akan dilaporkan ke OJK kemudian perusahaan tagih klaim ke perusahaan reasuransi.
Kemudian dana dari optimalisasi aset properti dan finansial. Properti seperti Wisma Bumiputera di Jakarta, Hotel Bumi di Surabaya, Hotel Bumi Wiyata Depok serta gedung perkantoran yang dikelola anak usaha. Sementara aset finansial di pasar modal seperti saham dan obligasi yang macet senilai Rp 1,2 triliun.
Baca Juga: Penjualan bancassurance masih jadi penopang utama bisnis asuransi
Perusahaan juga memiliki di reksadana penyertaan terbatas (RDPT), Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) dan lainnya. "Ini bisa dijadikan produk pasar modal. Dengan catatan tidak menjual tapi kita bisa meng-create di sana dan menghasilkan. Investasi ini bisa ditransaksikan di pasar dan memang besar," ungkapnya.
Dari dana pasar modal, ia memperkirakan Bumiputera bisa melunasi utang antara 35% - 40% dari total klaim. Nantinya, perusahaan akan kelola investasi di pasar modal agar hasilkan return menarik. Terakhir, sumber dana dari meminjam ke bank pembangunan daerah (BPD).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News