Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka mendukung perkembangan financial technology (fintech) di industri Pasar Modal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Umum Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi atau yang sering dikenal Securities Crowfunding (SCF).
Melalui konsep penawaran efek, mekanisme SCF dilakukan melalui aplikasi atau platform digital.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen mengatakan, POJK tersebut bertujuan untuk menambah alternatif pendanaan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Sebelumnya, kegiatan fintech crowdfunding diatur dalam POJK Nomor 37 tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi atau sering disebut Equity Crowdfunding/ECF.
Sebagai gambaran, hingga Desember 2020, jumlah penerbit ECF baru mencapai empat penyelenggara, dengan 129 penerbit. Sedangkan dana yang berhasil dihimpun baru Rp 191,2 miliar. Jika dibandingkan dengan jumlah UMKM menurut data Kemenkop UKM tahun 2018 sebesar 64 juta pelaku usaha dan jumlah penerbit ECF tersebut masih sangat sedikit.
"Setelah kami evaluasi, kegiatan ECF ini ternyata masih memiliki banyak keterbatasan, diantaranya jenis pelaku usaha harus berbadan hukum PT dan jenis Efek yang dapat ditawarkan hanya berupa saham," kata Hoesen belum lama ini.
Baca Juga: Simak perbedaan equity crowdfunding dan security crowdfunding
Setelah diterbitkannya POJK Nomor 57 tahun 2020, hingga 31 Mei 2021 kemarin, total penyelenggara sudah bertambah menjadi lima. Di samping itu, jumlah penerbit/pelaku UMKM yang memanfaatkan Equity Crowd Funding (ECF) juga mengalami pertumbuhan sebesar 17,05% year to date (ytd) menjadi 151 UMKM selaku penerbit.
Kelima penyelenggara layanan ECF yang telah mendapatkan izin OJK di antaranya, PT Santara Daya Inspiratama (Santara), PT Investasi Digital Nusantara (Bizhare), serta PT Crowddana Teknologi Indonesia (Crowddana). Selain itu, ada juga PT Numex Teknologi Indonesia (LandX) dan PT Dana Saham Bersama (Dana Saham).
Sementara itu, jumlah dana yang berhasil dihimpun juga mengalami peningkatan per Mei 2021 sebesar 43,02% (ytd) atau menjadi Rp 273,47 miliar. Dari sisi pemodal juga mengalami pertumbuhan sebesar 49,06% (ytd), dari sebelumnya per 31 Desember 2020 hanya berjumlah 22.341, menjadi sebanyak 33.302 investor.
Capaian ini merupakan cakupan pendanaan dari lima platform penyelenggara SCF resmi yang telah mendapatkan izin OJK, dengan 151 UMKM selaku penerbit.
Pada POJK 57 juga memperluas jenis Efek yang dapat ditawarkan, dari sebelumnya hanya berupa saham, sekarang diperluas menjadi Efek berupa Obligasi dan Sukuk.
Di samping memberikan kemudahan dari sisi penerbit (UMKM), Hoesen mengharapkan kebijakan tersebut dapat memberikan kesempatan luas bagi para investor ritel, khususnya yang berdomisili di daerah UMKM yang menerbitkan SCF untuk ikut berkontribusi dalam pengembangan ekonomi di daerahnya masing-masing.
"Ke depan, kami berharap perubahan ketentuan dapat memperluas jenis pelaku usaha yang dapat terlibat. Jika sebelumnya hanya perusahaan berbadan hukum PT, kini badan usaha seperti CV, Firma, dan Koperasi bisa menjadi penerbit," kata Hoesen.
Co-Founder dan CEO CrowdDana sekaligus Wakil Ketua Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) James Wiryadi menargetkan, sebanyak 500 usaha kecil mikro (UKM) siap melakukan penawaran efek atau sebagai penerbit. Hal itu didukung proyeksi meningkatnya total pengguna, di mana akhir 2021 diprediksi sebanyak 400 ribu member baru akan bergabung.
“Kami optimistis di Desember 2021 penyelenggara mampu menghimpun dana lebih dari Rp 500 miliar,” kata James.
Selanjutnya: Mulai menggeliat, OJK mencatat dana crowdfunding mencapai Rp 184,12 miliar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News