kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri Asuransi Jiwa Syariah di Indonesia Masih Lesu


Minggu, 02 Juli 2023 / 19:36 WIB
Industri Asuransi Jiwa Syariah di Indonesia Masih Lesu
ILUSTRASI. Berdasarkan data OJK hingga kuartal I 2023, hanya nilai klaim bruto saja yang mengalami peningkatan di industri asuransi jiwa syariah.


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri asuransi jiwa syariah di Indonesia masih dalam kondisi yang lesu. Hal ini terlihat dari kinerja keuangan asuransi jiwa syariah yang turun di tiga bulan pertama tahun 2023.

Pengamat Asuransi Syariah dan Dewan Pengawas Syariah Wahju Rohmanti menyatakan, setelah dihantam berbagai permasalahan yang menimpa industri asuransi, di tahun 2023 secara umum masih belum pulih termasuk asuransi jiwa syariah.

“Asuransi jiwa syariah seharusnya lebih secure dari risiko miss-management pengelolaan keuangan dan investasi,” kata Wahju kepada Kontan.co.id, Rabu (28/6).

Wahju menjelaskan, asuransi jiwa syariah dari awal telah dilakukan segregasi dana kontribusi. Dana kontribusi dikelola secara terpisah menjadi tiga portofolio yaitu dana tabbaru’, dana investasi peserta, dan dana ujrah.

“Sehingga pengelolaan dapat dilakukan secara fair, tidak tercampur dengan dana perusahaan dan spesifik. Selain itu objek yang menjadi tujuan investasi adalah harus pada investasi yang sesuai dengan prinsip Syariah,” kata dia.

Baca Juga: Allianz Syariah Bayarkan Klaim Santunan Asuransi Rp 180 Miliar di Kuartal I 2023

Dia bilang, investasi syariah lebih tahan terhadap risiko pasar misalnya penurunan harga akibat suku bunga dan spekulasi karena investasi syariah tidak berbasis bunga. Namun, kata dia, instrumen investasi syariah tetap memiliki risiko seperti gagal bayar dan penurunan imbal hasil.

“Dari kasus-kasus gagal bayar asuransi jiwa, sebenarnya hampir tidak ada yang terjadi di asuransi jiwa syariah yang telah berdiri sendiri atau Badan Usaha Syariah (BUS). Namun, beberapa asuransi jiwa yang bermasalah memang memiliki unit usaha syariah (UUS), yang bisa jadi ikut terseret kasus induknya,” terang Wahju.

Wahju menambahkan, agar asuransi jiwa syariah yang masih menjadi UUS ini tidak terseret atau terimbas risiko asuransi induk, perlu segera dilakukan spin off menjadi BUS.

“Dengan menjadi BUS maka asuransi jiwa Syariah tersebut memiliki independensi dalam menjalankan bisnis juga dalam pengelolaan keuangan serta pengelolaan investasi,” tandasnya.

Baca Juga: Hingga Kuartal I 2023, Kinerja Asuransi Jiwa Syariah Masih Lesu

Untuk diketahui, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga kuartal I 2023 tercatat, hanya nilai klaim bruto saja yang mengalami peningkatan di industri asuransi jiwa syariah.

Klaim bruto itu tumbuh 9,44% secara year on year (YoY) menjadi Rp 4,75 triliun, dibandingkan kuartal I 2022 sebesar Rp 4,34 triliun.

Aset asuransi syariah turun sebesar 4,35% YoY, kontribusi bruto (premi) terkontraksi 15,25% YoY, investasi merosot 6,18% YoY, dan hasil investasi terjun mencapai 75,21% YoY.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×