kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45863,29   1,62   0.19%
  • EMAS1.361.000 -0,51%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri Fintech Lending Merugi Sejak Awal 2024, Ini Kata OJK


Jumat, 03 Mei 2024 / 18:42 WIB
Industri Fintech Lending Merugi Sejak Awal 2024, Ini Kata OJK
ILUSTRASI. industri fintech P2P lending mengalami kerugian per Februari 2024 sebesar Rp 97,56 miliar


Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat industri fintech peer to peer (P2P) lending mengalami kerugian per Februari 2024 sebesar Rp 97,56 miliar. Adapun kondisi itu berbanding terbalik dengan Februari 2023, industri fintech P2P lending tercatat meraih laba Rp 98,25 miliar.

Jika menelaah berdasarkan data OJK, kerugian mulai dialami industri fintech P2P lending per Januari 2024. Adapun sepanjang tahun lalu, industri fintech P2P lending selalu mencatatkan laba.

Mengenai hal itu, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman mengatakan terlalu dini menyebut kerugian industri disebabkan aturan baru penurunan bunga.

"Masih terlalu dini jika hal itu dikaitkan dengan ketentuan tentang manfaat ekonomi atau tingkat bunga. Proyeksi ke depan tetap positif," ungkapnya kepada Kontan, Jumat (3/5).

Baca Juga: Industri Fintech Lending Merugi Sejak Awal 2024, Apa yang Terjadi?

Sebelumnya, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) membeberkan 3 faktor yang menyebabkan kondisi tersebut bisa terjadi. Direktur Eksekutif AFPI Yasmine Meylia Sembiring menerangkan faktor yang pertama, yakni adanya aturan baru terkait penurunan bunga yang dimulai pada Januari 2024.

"Diketahui akhir tahun lalu sekitar Oktober, OJK mengeluarkan SEOJK baru (Nomor 19/SEOJK.06/2023) mengenai penurunan bunga, yakni konsumtif menjadi 0,3% dari 0,4% dan produktif menjadi 0,1%. Jadi, itu bisa menggambarkan kondisi, biasanya growth-nya tinggi dan kali ini berkurang karena manfaat ekonomi," katanya dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Senin (29/4).

Selain itu, Yasmine bilang aturan repayment capacity juga menjadi salah satu faktor. Dia bilang fintech lending harus menerapkan aturan baru itu pada tahun ini. Adapun jumlah maksimum yang boleh dipinjam borrower hanya 50% dari penghasilan.

Yasmine menerangkan faktor lainnya, yaitu aturan baru tentang borrower yang hanya bisa meminjam ke 3 platform fintech lending saja. 

"Jadi, ruang tumbuh juga terhambat. Tiga faktor itu yang berpengaruh," ungkapnya.

Meskipun demikian, Yasmine meyakini kondisi tersebut hanya dialami sementara saja oleh industri fintech lending. Dia juga optimistis nantinya platform fintech lending pasti bisa memperbesar portfolionya lagi dengan strategi masing-masing dan membalikkan keadaan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×