kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Inflasi Medis Berdampak Pada Penyesuaian Harga Premi Asuransi


Kamis, 25 Juli 2024 / 19:08 WIB
 Inflasi Medis Berdampak Pada Penyesuaian Harga Premi Asuransi
ILUSTRASI. Customer Care melayani nasabah di kantor Generali Indonesia Jakarta, Rabu (25/1/2023).


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan klaim asuransi kesehatan berlanjut hingga tahun 2024. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat klaim kesehatan yang sudah dibayarkan pada kuartal I tahun ini mencapai Rp5,96 triliun.

Ketua Bidang Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, GCG AAJI, Fauzi Arfan mengungkapkan, total klaim yang dibayarkan industri asuransi jiwa cenderung menurun di awal tahun.  Totalnya sebesar Rp 42,93 triliun, turun 5,8% secara tahunan. 

Sebaliknya, klaim asuransi kesehatan justru meningkat 29,4% jadi Rp 5,96 triliun. Porsi terbesarnya terdapat pada jenis produk individu sebesar Rp. 3,89 triliun atau meningkat 34% year on year (yoy). Klaim asuransi kesehatan kumpulan juga tercatat naik 21% dengan total nilai sebesar Rp. 2,07 triliun.

“Saat ini rasio klaim asuransi kesehatan terhadap pendapatan premi untuk produk sudah mencapai 97%. Rasio ini cenderung terus meningkat seiring dengan makin tingginya angka klaim kesehatan. Ada margin yang cukup besar antara pembayaran klaim dengan pendapatan preminya,” jelas Fauzi, baru-baru ini. 

Baca Juga: Asuransi Sinar Mas Catatkan Premi Asuransi Properti 2,7 Triliun di Juni 2024

Sementara itu, Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu, mengungkapkan bahwa tingginya klaim kesehatan salah satunya diakibatkan oleh inflasi biaya medis yang terus meningkat. Akibatnya,  perusahaan asuransi lberhati-hati dalam menjalankan bisnis asuransi kesehatan, antara lain dengan penetapan syarat ketentuan yang lebih ketat hingga menyasar segmen pasar yang minim risiko.

Togar menjelaskan, tidak dapat dimungkiri bahwa inflasi medis berdampak terhadap penyesuaian harga premi oleh perusahaan asuransi. Kendati demikian, AAJI merekomendasikan daftar rumah sakit kepada nasabah yang telah bekerja sama dengan perusahaan asuransi guna meminimalkan dampak penyesuaian tersebut.

Hasil laporan Mercer Marsh Benefit (MMB) Health Trends 2024 memprediksi inflasi medis tahun ini berada di angka 13%. Hal ini sangat jomplang bila dibanding inflasi nasional yang 2,61% di 2023 dan inflasi tahun 2024 yang ditargetkan sebesar 2,5±1%.

Baca Juga: OJK Godok Program Asuransi Wajib, Ini Kata Asuransi Cakrawala Proteksi Indonesia

Dengan masih tingginya inflasi biaya medis, Togar memprediksi bahwa angka klaim kesehatan tidak berbeda jauh dari 2023 sebesar Rp 20 triliun. 

Dampak Overtreament

Selain inflasi biaya medis, peningkatan rawat inap dan overtreatment juga berkontribusi besar terhadap meningkatnya klaim kesehatan. Oleh sebab itu, Kementerian kesehatan (Kemenkes) mendorong masyarakat untuk menerapkan belanja yang berkualitas dalam menghadapi tingginya klaim kesehatan.

"Jadi bagaimana mengatasi biaya yang tinggi yaitu quality spending. Dengan spending berkualitas. Artinya kita harus tahu ada standard, kita harus tahu apakah ini necessary, apakah ini medical needs atau unnecessary dan seterusnya," kata Staff Khusus Menteri dibidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat Kemenkes, Prastuti Soewondo,

Lebih jauh, Dia membeberkan bahwa banyaknya masyarakat yang berobat ke rumah sakit dibanding Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) juga menyebabkan tingginya klaim kesehatan. Belanja asuransi kesehatan sosial pada 2023 mencapai Rp167 triliun. Dari total itu, sebanyak 84% dibelanjakan ke rumah sakit baru sisanya ke FKTP.

Baca Juga: Hasil Investasi Asuransi Jiwa Menurun 42,23% pada Mei 2024

Ia bilang, negara-negara yang sustain merancang agar spendingnya proporsional yakni 25% ke FKTP sisanya 75% ke rumah sakit. Untuk itu, Kemenkes mendorong penguatan pelayanan FKTP sehingga bisa melayani 144 penyakit. Sehingga, masyarakat bisa diobati di FKTP dan tidak langsung ke rumah sakit.

"Untuk rawat jalan yang kebanyakan penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes, jantung dan lain, kalau sudah stabil turunkan ke FKTP. Sekarang tidak bisa diturunkan karena obatnya tidak ada dan dokter juga tidak ada di bawah FKTP. " tambah Prastuti.

Untuk mengatasi tantangan ini,  Fauzi Arfan mengatakan industri asuransi jiwa mengambil langkah-langkah seperti meninjau kerja sama dengan rumah sakit, mengevaluasi produk dan premi berdasarkan pengalaman klaim, serta memfasilitasi diskusi antar perusahaan anggota AAJI.

Lebih lanjut, industri asuransi jiwa mendukung langkah OJK yang telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memperkuat ekosistem kesehatan melalui produk dan layanan asuransi kesehatan yang berkualitas.

"Sejalan dengan itu, AAJI sedang mengkaji pembentukan metode pertukaran informasi antar perusahaan anggota untuk mewujudkan sektor kesehatan yang lebih transparan, akuntabel dan efisien," pungkas Fauzi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×