kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini dia PR pengawas baru perbankan


Rabu, 02 Oktober 2013 / 14:57 WIB
Ini dia PR pengawas baru perbankan
ILUSTRASI. Menpan RB Tjahjo Kumolo mengatakan pada 2023 mendatang, pemerintah menargetkan bebas tenaga honorer di instansi kementerian, lembaga, maupun pemerintahan daerah. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/hp.


Reporter: Umar Idris, Anastasia Lilin Y, Roy Franedya | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Tiga bulan menjelang berakhirnya tahun 2013 ini, Bank Indonesia (BI) tengah sibuk membereskan aneka pekerjaan rumah pengawasan perbankan. Maklum, sebagai mandor bank, peran tersebut akan berpindah kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai 1 Januari 2014.

Idealnya, ketika kewenangan itu beralih, tidak ada pekerjaan rumah lagi yang dilimpahkan kepada mandor baru, misalnya dari sisi kesehatan bank yang berjumlah 120 bank umum dan 1.640 bank perkreditan rakayat (BPR) di negeri ini. Jadi, OJK selaku mandor baru perbankan yang hingga kini masih kerepotan mengawasi lembaga keuangan non-bank: asuransi, dana pensiun, multifinance, sekuritas, perusahaan investasi dan lembaga keuangan lainnya, tidak mendapat PR baru lagi.

Nyatanya, menurut Wakil Ketua Komisi Keuangan (XI) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Harry Azhar Azis, masih ada 10 BPR yang saat ini masuk dalam pengawasan khusus BI. “Laporan ini disampaikan BI secara resmi di DPR,” katanya, tanpa menyebutkan waktu persisnya. Padahal, Harry mengaku BI pernah berjanji akan memastikan kondisi perbankan dalam keadaan sehat ketika diserahkan kepada OJK. “Kami akan menagih janji itu,” katanya.

Namun, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi A. Johansyah mengklaim, tidak ada bank dalam pengawasan khusus maupun pengawasan intensif saat ini. Berdasarkan Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BI Triwulan II-2013 kepada DPR yang dipublikasikan awal September lalu, tidak ada tercantum kondisi 10 BPR yang sedang “sakit”.

Di ujung masa tugasnya, BI juga tengah merampungkan beberapa aturan terkait pengawasan perbankan. Selasa (24/9) lalu, BI menerbitkan aturan tambahan berupa Surat Edaran Nomor 15/40/DKMP tentang pembatasan loan to value (LTV) kredit pemilikan rumah (KPR) untuk rumah kedua dan seterusnya serta aturan larangan KPR untuk inden rumah kedua dan seterusnya.

Satu lagi beleid yang bakal dirilis BI pada tiga bulan masa transisi ini adalah peraturan tentang transaksi bank tanpa kantor fisik (branchless banking). Namun, Difi belum bisa memastikan waktu terbitnya aturan anyar tersebut.

Mendata aset

Masa transisi mandor bank ini juga disibukkan oleh peralihan fungsi pengaturan dan pengawasan di kantor pusat dan kantor perwakilan di tingkat wilayah. Transisi ini menyangkut persiapan struktur organisasi, sistem informasi, dan peralihan para pengawas perbankan dari BI ke OJK.

Menurut Difi, beberapa kantor wilayah BI di sejumlah kota besar telah mulai menjalankan fungsi pengawasan seperti yang akan diterapkan oleh OJK. Antara lain di Kota Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Makassar. “Istilahnya sistem mirroring, ini sudah dijalankan,” katanya.

Selain itu, mulai bulan September ini, BI menjalankan proses pemindahan aplikasi pengawasan perbankan ke OJK. “Diharapkan selesai sebelum akhir tahun ini,” kata Nelson Tampubolon, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK.

OJK juga telah mulai melakukan verifikasi aset kantor BI yang nantinya akan dipinjamkan kepada OJK, termasuk dengan dokumen pengawasannya. Maklum, beberapa kantor OJK di daerah akan menggunakan kantor cabang BI. Kantor itulah yang akan menjadi kepanjangan tangan pengawasan OJK hingga ke daerah-daerah.

Jika fungsi pengawasan terhadap bank itu beralih maka total aset yang dimandori oleh OJK mencapai Rp 10.000 triliun! Rinciannya: aset perbankan sekitar Rp 4.500 triliun, kapitalisasi pasar modal Rp 4.300 triliun; asuransi Rp 600 triliun, reksadana, dana pensiun dan multifinance sekitar Rp 500 triliun, dan lembaga keuangan mikro sekitar Rp 35 triliun. “Aset yang dikelola OJK jauh lebih besar dari Presiden,” kata Harry, yang merujuk pada anggaran belanja negara tahun depan yang mencapai Rp 1.886 triliun.

Nah, agar mandor baru yang masih disibukkan dengan urusan struktur organisasi itu tidak kian kelimpungan, sebaiknya mandor lama segera menyelesaikan pekerjaan rumahnya.


***Sumber : KONTAN MINGGUAN 1 - XVIII, 2013 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×