Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri fintech peer to peer (P2P) lending tengah dihadapkan masalah gagal bayar yang tak kunjung usai. Terbaru, ada fintech lending PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran).
Mengenai adanya fenomena gagal bayar, Financial Planner sekaligus CEO and Founder Finansialku Melvin Mumpuni mengatakan fintech lending berpotensi masih menjadi alternatif investasi yang menarik bagi sebagian orang yang selektif, bukan untuk semua orang.
Sebab, satu sisi, menaruh dana atau berinvestasi di fintech lending memiliki potensi mendapatkan return atau imbal hasil yang lebih tinggi, dibandingkan deposito atau obligasi.
"Di sisi lain, risikonya juga jauh lebih tinggi karena sifatnya memberikan pinjaman secara langsung ke orang yang tidak dikenal," ungkapnya kepada Kontan, Selasa (24/6).
Baca Juga: Diterpa Gagal Bayar, Akseleran Hentikan Pendanaan Sejak Pertengahan Februari 2025
Lebih lanjut, Melvin menerangkan kasus yang terjadi pada Akseleran menunjukkan bahwa risiko gagal bayar itu nyata. Artinya, dia bilang lender harus siap menanggung potensi kerugian berapa persen dan tidak hanya bicara soal untung berapa persen.
Oleh karena itu, Melvin mengatakan lender juga perlu tahu cara manajemen risiko dari pinjaman. Dalam hal investasi berbentuk pinjaman, dia bilang masyarakat perlu mengetahui sosok dan kredibilitas calon peminjam, kemampuan bayar, serta mengecek laporan keuangan termasuk perbandingan antara aset dan utang calon peminjam.
"Selain itu, perlu juga mengecek adanya jaminan berbentuk fixed assets, bank garansi, atau lainnya. Ditambah melihat kondisi bisnis dan kondisi ekonomi calon peminjam," tuturnya.
Melvin mengungkapkan fintech P2P lending menjadi berisiko tinggi saat terjadi pandemi Covid-19. Sebab, banyak bisnis terdampak. Namun, kondisi berbeda terjadi sebelum pandemi Covid-19, yakni banyak perusahaan fintech P2P lending yang bagus.
Sementara itu, Melvin berpendapat masyarakat akan lebih selektif ke depannya dalam berinvestasi atau menaruh dana di fintech lending.
Nantinya, dia bilang masyarakat yang tetap masuk untuk berinvestasi di fintech lending biasanya sudah punya pengalaman sebelumnya, punya toleransi risiko tinggi, dan tahu cara memitigasi risiko seperti diversifikasi dan alokasi maksimal.
Baca Juga: Peminjam Fintech Makin Banyak, Cek Pinjol Resmi OJK Juni 2025 Agar Tak Tertipu Ilegal
Menurutnya, hal paling penting saat ini adalah berjalannya upaya dalam mengedukasi risiko seiring dengan promosi return. Dia bilang kalau hanya fokus untuk mendapatkan untung yang tinggi, tentu kasus gagal bayar akan terus terulang.
Secara umum, Melvin memprediksi akan ada pergeseran dana dari fintech lending ke instrumen yang lebih stabil dan transparan, seperti obligasi negara atau reksadana pasar uang, terutama bagi investor pemula atau konservatif.
Selanjutnya: IHSG Bergerak Flat, Saham Bank Masih Terkena Aksi Jual
Menarik Dibaca: IHSG Bergerak Flat, Saham Bank Masih Terkena Aksi Jual
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News