Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pemain di industri asuransi umum mengalami kesulitan dalam memenuhi aturan terkait investasi di instrumen surat berharga negara (SBN). Ada beberapa hal yang menyebabkan kondisi tersebut.
Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody AS Dalimunthe, salah satu penyebabnya adalah dari karakteristik bisnis asuransi umum sendiri, di mana mayoritas bisnis dari asuransi umum memiliki durasi yang pendek.
Kondisi ini membuat pelaku usaha harus menyiapkan investasi dengan likuiditas yang encer dan berdurasi pendek juga. Sehingga pelaku usaha pun harus memutar otak untuk menyelaraskan kebutuhan tersebut dengan karakter investasi SBN yang lebih bersifat jangka panjang.
Hal lain yang turut menjadi kendala adalah adanya perjanjian antara perusahaan asuransi umum dengan pihak perbankan. Dimana kesepakatan resiprokal antara kedua sektor ini merupakan hal yang lumrah ditemui.
Di satu sisi, industri asuransi umum mendapat bisnis dari perbankan sebagai salah satu saluran distribusi. Sebagai balasannya, pemain asuransi umum menempatkan deposito di bank tersebut.
Perjanjian semacam ini disebutnya punya durasi sampai tahunan. "Jadi tak bisa diputus begitu saja untuk mengalihkan investasi ke SBN," kata dia.
Meski begitu, ia menilai setelah masa perjanjian tersebut habis, mayoritas pemain asuransi umum akan berupaya untuk menggenjot investasi di keranjang obligasi pemerintah.
Otoritas Jasa Keuangan sendiri mencatat sampai bulan Januari 2018 dana investasi yang disimpan pelaku usaha asuransi umum di instrumen SBN mencapai Rp 8,94 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 13,3% dari total dana investasi yang dimiliki pemain asuransi umum.
Padahal dalam aturannya, minimal investasi di keranjang tersebut harus mencapai 20% pada akhir tahun kemarin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News