Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyampaikan, pemenuhan ekuitas modal minimum perusahaan asuransi sering kali terhalang oleh terbatasnya sumber permodalan perusahaan asuransi, terutama di tengah tekanan makro ekonomi.
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan, kondisi ini membuat penanaman modal menjadi semakin selektif. Karena perusahaan asuransi sering kurang diuntungkan karena tingkat pengembalian modal di sektor ini cenderung bersifat jangka panjang.
"Asosiasi senantiasa mendorong perusahaan untuk menguatkan struktur permodalannya, baik secara organik (meningkatkan penjualan) maupun non-organik (akuisisi ataupun merger)," kata Togar kepada Kontan, Jumat (23/8).
Selain itu, AAJI juga mendukung pengelompokan perusahaan asuransi berdasarkan ekuitasnya. Dengan pengelompokan ini, diharapkan perusahaan asuransi dapat menghindari praktik bisnis yang risikonya melebihi kemampuan perusahaan untuk memitigasinya.
Baca Juga: AAJI Menilai Aturan Pemasaran Unitlink Bisa Menarik Minat Anak Muda
Togar menyebut, salah satu solusi lain yang dapat dipertimbangkan oleh perusahaan asuransi untuk memenuhi ketentuan permodalan adalah dengan melakukan initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Melalui IPO, perusahaan dapat memperoleh tambahan modal dari publik sekaligus meningkatkan transparansi dan tata kelola perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat dan pemegang polis.
Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi meluncurkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Beleid tersebut mengatur tentang ekuitas atau modal minimum perusahaan asuransi dan reasuransi yang bakal naik secara bertahap. Peningkatan ekuitas minimum dibagi menjadi dua tahap.
Baca Juga: Asuransi Tradisional dan Unitlink Diburu Masyarakat, Ini Kelebihan dan Kekurangannya
Tahap pertama, setiap perusahaan asuransi wajib memiliki ekuitas minimum sebesar Rp 250 miliar, perusahaan asuransi syariah Rp 100 miliar, perusahaan reasuransi Rp 500 miliar dan perusahaan reasuransi syariah Rp 200 miliar. Ekuitas minimum ini harus dipenuhi setiap entitas paling lambat 31 Desember 2026.
Tahap kedua, regulator memberlakukan klasterisasi atau pengelompokan perusahaan perasuransian berdasarkan ekuitasnya. Ini diberlakukan paling lambat pada 31 Desember 2028.
"Kami memahami bahwa OJK bermaksud untuk melakukan tinjauan lebih lanjut terkait dengan permodalan industri. Namun, beberapa aspek perlu dipertimbangkan dalam peningkatan modal perusahaan asuransi," kata Togar.
AAJI berharap peningkatan modal minimum ini dapat meningkatkan kualitas layanan yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang polis, sehingga pemegang polis dapat merasa lebih aman dan nyaman dalam menempatkan dana masa depannya di industri asuransi jiwa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News