Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Utang jumbo terus mengepung PT Waskita Karya Tbk (WSKT) hingga separuh pertama tahun ini. Adapun, utang terhadap bank jangka panjang menjadi salah satu kontribusi terbesar, termasuk terhadap bank-bank BUMN.
Per 30 Juni 2023, total liabilitas WSKT tercatat senilai Rp 84,31 triliun atau naik dari posisi akhir tahun 2022 senilai Rp 83,9 triliun. Sementara, utang bank terhadap bank jangka panjang WSKT senilai Rp 46,2 triliun, artinya berkontribusi 54,8% dari total liabilitas.
Jika dirinci, bank-bank yang memiliki portofolio utang jangka panjang WSKT ini didominasi oleh bank pelat merah senilai Rp 27,6 triliun. Lalu, bank-bank yang non BUMN menanggung sisanya yang senilai Rp 18,6 triliun.
Baca Juga: Duh, Waskita Karya (WSKT) Dikabarkan Tak Sanggup Lunasi Obligasi Jatuh Tempo
Utang yang berasal dari bank-bank BUMN itu terdiri dua bagian, yakni berdasarkan utang langsung dari induk perusahaan dan utang yang berasal dari entitas anak. Utang langsung dari induk perusahaan Bank BUMN juga terbagi menjadi dua, yaitu perjanjian restrukturisasi induk dan sindikasi modal kerja.
Untuk perjanjian restrukturisasi induk, Bank Negara Indonesia (BNI) menjadi kreditur paling besar dengan nilai Rp 7,5 triliun. Disusul oleh Bank Mandiri yang senilai Rp 4,6 triliun dan Bank Rakyat Indonesia senilai Rp 2,7 triliun.
Untuk sindikasi modal kerja, Bank Mandiri menempati posisi pertama kreditur terbesar senilai Rp 3,39 triliun. Kedua, BRI yang memberikan pinjaman sebesar Rp 1,19 triliun. Ketiga, BNI dengan pinjaman sebesar Rp312,86 miliar.
Baca Juga: Mandiri Setop Kredit ke Pegawai BUMN Karya, BNI Kaji Ulang Kredit ke Sektor Berisiko
Kepala Eksekutif Pengawas Pebrbankan OJK Dian Ediana Rae mengakui bahwa sebagian besar kredit kepada debitur BUMN, seperti WSKT, berasal dari bank-bank Himpunan Bank Negara (Himbara). Dia melihat pencadangannya juga sudah cukup signifikan untuk memitigasi risiko.
“Ini tentunya sejalan dengan kemampuan bank-bank Himbara untuk memberikan kredit kepada perusahaan besar di Indonesia, termasuk BUMN,” ujar Dian.
Dia menegaskan pembentukan cadangan itu belum tentu mengindikasikan pesimisme. Menurut dian, pencadangan sebagai salah satu mitigasi yang dalam berbagai kesempatan dilakukan secara bersama-sama dengan pelaksanaan upaya-upaya manajemen risiko kredit lainnya, termasuk restrukturisasi.
Dalam konteks restrukturisasi, Dian bilang salah satu kriteria untuk melakukannya adalah adanya prospek usaha, “Yang menunjukkan adanya peluang untuk perbaikan kondisi keuangan debitur,” pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News