Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peristiwa bencana katastropik dan pembatasan penjaminan terkait risiko perubahan iklim dinilai akan menjadi faktor utama yang akan mempengaruhi pasokan dan permintaan di pasar reasuransi global dan nasional.
Hal itu diungkapkan Rudolf Regent, Direktur PT Aon Reinsurance Brokers Indonesia, di kegiatan Sharing Session bertajuk 'Reinsurance Treaty: Market Update and Alternative Structure', yang digelar PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure), di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur akhir pekan lalu.
Dalam presentasinya, Rudolf mengungkapkan bahwa faktor global, khususnya terkait bencana katastropik di sejumlah negara turut mempengaruhi harga atau pricing treaty di industri reasuransi baik secara global maupun di pasar Tanah Air.
Baca Juga: Industri Asuransi dan Reasuransi Potensial Bertumbuh, Ini Alasannya
“Kerugian dan dinamika di pasar reasuransi global akan berdampak langsung bagi tertanggung di Indonesia karena perusahaan reasuransi dan asuransi dalam negeri memerlukan tambahan kapasitas dan perlindungan katastropik dari pasar global,” ujarnya.
Rudolf memerinci, pada kuartal I/2023, peristiwa katastropik terjadi di sejumlah negara dengan kerugian finansial yang terbilang signifikan, seperti misalnya badai di Amerika yang menelan korban jiwa dan kerugian finansial kurang lebih US$5,5 M.
Gempa dahsyat di Turki dan Suriah menyebabkan lebih dari 57 ribu korban jiwa dengan total kerugian ekonomi diperkirakan mencapai US$39 miliar.
Selain bencana katastropik, faktor utama lain yang mempengaruhi industri reasuransi global dan Tanah Air adalah pembatasan underwriting terkait dengan isu lingkungan.
Rudolf menjelaskan sektor usaha batubara menjadi target pembatasan penjaminan oleh perusahaan reasuransi besar sebagai upaya untuk memitigasi risiko iklim atau meningkatkan upaya pencapaian Environment, Social, and Governance (ESG).
Event Sharing Session ini rutin digelar Tugure dalam rangka memberikan informasi terbaru seputar industri asuransi dan reasuransi baik di pasar dalam negeri maupun internasional kepada para ceding Tugure .
Direktur Operasi Tugure Erwin Basri menyampaikan, kegiatan ini juga diharapkan dapat membangun pemahaman dan kesepahaman seluruh ceding terkait bisnis reasuransi, khususnya treaty.
Baca Juga: Catatkan Kinerja Positif, Tugure Raup Laba Rp104,83 miliar Sepanjang 2022
“Untuk itu, kita rutin menggelar event seperti ini yang tak lain sebagai platform diskusi antar perusahaan asuransi seputar isu terkini sehingga dapat memperoleh pemahaman yang sama dalam mengelola bisnis,” ujarnya.
Disampaikan pula bahwa tahun depan merupakan tahun yang cukup menantang, terutama dengan mulai diterapkannya kebijakan IFRS ditambah dengan adanya antisipasi terhadap aturan baru terkait modal minimum yang harus diterapkan baik oleh perusahaan asuransi maupun reasuransi.
“Sudah sewajarnya para pemain di industri asuransi mulai mengantisipasi hal tersebut, tentunya dengan mulai menyusun struktur treaty baru yang disesuaikan dengan appetite dan kebutuhan perusahaan,” jelasnya.
Beberapa alternatif treaty antara lain adalah tetap menggunakan struktur Proportional Treaty yang dikombinasikan dengan Net XOL atau mengubah struktur treaty menjadi Gross XOL.
Selain itu, dengan kegiatan ini Tugure juga berharap dapat memberikan tambahan insight atas alternatif-alternatif lain yang dapat disimulasikan sehingga dapat dipersiapkan lebih awal dan menjawab tantangan ke depan yang lebih challenging bagi perusahaan dalam penyusunan RKAP maupun RJPP sehingga keberlanjutan bisnis ke depan dapat terjaga sesuai dengan ekpektasi seluruh stake holders,” pungkas Erwin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News