Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Tren kenaikan kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) perbankan masih berlanjut. Sektor perikanan hingga perdagangan besar dan eceran menjadi penyumbang NPL tertinggi secara industri.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Juli 2025, NPL gross berada di level 2,28% atau naik dari bulan sebelumnya yang berada di level 2,22% dan naik secara tahunan dari Juli 2025 yang berada di level 2,27%.
Jika dilihat berdasarkan sektor ekonomi, sektor perikanan, sektor perdagangan besar & eceran, dan sektor akomodasi dan penyediaan makanan & minuman memiliki kontribusi paling besar di mana masing-masing menyumbang NPL 5,18%, 3,75%, dan 3,21% per Juni 2025.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, sektor yang terkait dengan perikanan punya beberapa tantangan, salah satunya memang ada overfishing atau eksploitasi penangkap ikan. Selain itu, demand yang memang dalam negeri juga daya belinya sedang rendah.
Baca Juga: Daya Beli Konsumen Belum Pulih, Pertumbuhan Kredit Properti Masih Lesu
"Kalau sektor akomodasi Mamin ini tergantung di wilayahnya, memang di daerah-daerah basis pariwisata memang permintaannya turun. Daerah-daerah yang efisiensi anggarannya cukup besar itu juga terdampak ke sektor terkait dengan Mamin dan juga akomodasi," kata Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (17/9/2025).
Namun menurut Bhima, jika melihat data kuartal kedua di DKI Jakarta terjadinya rebound di sektor Mamin dan juga transportasi akomodasi, dan bisa menjadi tanda-tanda kenaikan permintaan wisatawan ataupun juga pihak swasta yang menggantikan peran pemerintah dalam menyewa ruang.
"Nah sektor-sektor tadi misalkan sektor perikanan yang NPL nya 5,18% per Juni maka akan tetap berada di level 5-6% NPL nya sampai akhir tahun. Nah ini yang membuat bank khususnya bank Himbara yang baru dapat uang kaget Rp 200 triliun juga harus selektif," kata Bhima.
Menurutnya, tidak bisa dipaksakan apabila memang tingkat pengembalian dananya juga kecil atau ada masalah soal debitur. Tidak bisa dipaksakan mengabsorb pinjaman baru dalam jumlah yang besar, apalagi saat ini tren undisbursed loannya masih cukup tinggi.
"Nantinya bank sudah punya likuiditas sebenarnya untuk memberikan pinjaman tapi karena resiko sisi permintaannya masih lemah ya gak berani jorjoran ngasih kredit juga. Nah makanya sektor-sektor dengan NPL tinggi itu kalau dari sisi banknya harus lebih selektif hati-hati," sambungnya.
Adapun dari sisi pemerintah, diharapkan ada paket kebijakan khusus untuk mendorong sektor perikanan, termasuk dorongan hilirisasi di sektor perikanan, dan juga diharapkan bisa memberikan investasi yang lebih besar mengundang rekan investasi di sektor perikanan.
Sementara, sektor akomodasi perhotelan disebut ada di paket kebijakan 8 plus 4 plus 5. Tapi kata Bhima juga harus ada insentif langsung yang dirasakan kepada para pekerja di sektor hotel dalam bentuk bantuan subsidi upah atau memang promosi-promosi pariwisata dan juga evaluasi efisiensi anggaran yang harapannya bisa mendongkrak permintaan.
Sementara Adi Pribadi, Head of Corporate Relations KB Bank mengaku, NPL KB Bank saat ini masih didominasi dari portofolio legacy pada segmen UMKM.
Baca Juga: Risiko Kredit Macet Mengintai, NPL Sejumlah Bank Tembus di Atas 5%
"Segmen ini mengalami tekanan sejak pandemi Covid-19 dan membutuhkan waktu lebih panjang untuk pemulihan. Namun demikian, kontribusinya terhadap portofolio kami semakin menurun seiring langkah perbaikan yang terus kami lakukan," ungkap Adi.
KB Bank juga disebut tidak menutup diri terhadap sektor-sektor tertentu, namun fokus strategi perusahaan saat ini lebih diarahkan pada sektor-sektor yang prospektif dan memiliki pertumbuhan tinggi, seperti kesehatan dan infrastruktur pertambangan.
"Sektor-sektor ini kami nilai memiliki ketahanan yang lebih baik serta mendukung arah transformasi bank ke depan," ucap Adi.
Hingga akhir tahun, pihaknya juga memproyeksikan NPL gross dapat ditekan ke kisaran 5%–7%, turun signifikan dibandingkan posisi semester I yang berada di sekitar 10%. Target ini sejalan dengan strategi perbaikan kualitas aset yang konsisten dijalankan manajemen.
Untuk menekan NPL, KB Bank mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam pertumbuhan kredit baru, yang terbukti dari posisi NPL gross untuk kredit-kredit baru yang dibukukan sejak tahun 2021 berada di kisaran 1%.
Selain itu, KB Bank disebut telah melakukan berbagai langkah perbaikan kualitas aset, mulai dari peningkatan collection, hapus buku yang selektif, hingga program bulk sales atas aset-aset NPL.
"Dengan strategi ini, kami optimistis tren perbaikan kualitas kredit akan semakin terlihat ke depan," imbuh Adi.
Baca Juga: NPL Kredit UMKM di Indonesia Tembus Rp 66,3 Triliun
Adapun Bambang Widayatmoko, Direktur Bisnis Bank Banten menjelaskan, penyumbang NPL terbesar ada di segmen komersial dengan sektor bisnis di konstruksi dan pengadaan barang dan jasa, dan sejak tahun 2022 pemberian di segmen komersial ini untuk sementara dihentikan.
"Sebetulnya NPL Gross Bank Banten cenderung menurun secara tahunan yang diiringi dengan ketersediaan CKPN dalam jumlah memadai sehingga NPL Nett Bank Banten kurang dari 2% yang menunjukkan upaya dan komitmen Bank Banten dalam menyelesaikan NPL," terang Bambang.
Lebih lanjut Bambang mengatakan, Bank terus melakukan upaya penyelamatan dan penyelesaian kredit, baik melalui proses litigasi maupun non litigasi, termasuk di dalamnya dengan melakukan kerja sama dengan pihak Kejaksaan Tinggi Provinsi Banten yang sudah terjalin sejak tahun 2022.
"Dengan angka NPL Nett di bawah 2% menunjukkan bahwa Bank Banten telah menyediakan CKPN dalam jumlah yang memadai sesuai regulasi yang berlaku," kata Bambang.
Selanjutnya: Simak Rekomendasi Saham MEDC, TLKM, HEAL untuk Perdagangan Kamis (18/9)
Menarik Dibaca: 7 Olahraga untuk Mengontrol Gula Darah Penderita Diabetes, dari Ringan hingga Berat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News