kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.093.000   -2.000   -0,10%
  • USD/IDR 16.421   3,00   0,02%
  • IDX 7.922   68,39   0,87%
  • KOMPAS100 1.110   9,09   0,83%
  • LQ45 810   4,98   0,62%
  • ISSI 270   2,69   1,00%
  • IDX30 420   3,02   0,72%
  • IDXHIDIV20 487   2,90   0,60%
  • IDX80 123   0,93   0,76%
  • IDXV30 134   0,54   0,41%
  • IDXQ30 136   1,06   0,79%

NPL Kredit UMKM di Indonesia Tembus Rp 66,3 Triliun


Senin, 15 September 2025 / 13:20 WIB
Diperbarui Senin, 15 September 2025 / 14:34 WIB
NPL Kredit UMKM di Indonesia Tembus Rp 66,3 Triliun
ILUSTRASI. Peternak membersihkan kandang domba di Bogor, Senin (28/4/2025).


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk, Vatrischa Putri Nur | Editor: Dina Hutauruk

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan kredit perbankan ke sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) semakin melempem di tengah rasio kredit bermasalah (NPL) yang semakin membengkak. 

Fenomena ini menandakan bahwa fundamental UMKM masih rapuh. Sehingga, diperlukan perhatian khusus dari pemerintah untuk menumbuhkan sektor yang menyerap 97% tenaga kerja nasional tersebut. 

Data  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa outstanding kredit UMKM perbankan per Juni 2025 mencapai Rp 1.503,6 triliun, hanya tumbuh 2,1% secara tahunan. Sementara data sementara Bank Indonesia (BI) mencatat kalau per Juli 2025 pertumbuhannya melambat menjadi 1,6%. 

Adapun jumlah kredit UMKM yang bermasalah (NPL)  per Juni 2025 mencapai Rp 66,3 triliun atau dengan rasio NPL 4,41%. Jumlah tersebut meningkat Rp 9,73 triliun hanya dalam waktu enam bulan atau meningkat 17,19% dari akhir 2024. 

Baca Juga: Dorong Pertumbuhan UMKM, OJK Terbitkan Beleid Mempermudah Kredit ke UMKM

Rasio NPL kredit UMKM perbankan ini terus menunjukkan pembengkakan. Pada akhir 2024 tercatat hanya 3,75% dan per Juli 2025 menurut data asesment transmisi suku bunga terhadap suku bunga dasar kredit (SBDK) BI sudah mencapai 4,53%. 

Bila dirinci, pertumbuhan kredit UMKM paling lesu terjadi pada bank milik Danantara. Nilainya per Juni 2025 mencapai Rp 927,9 triliun, hanya tumbuh 0,59% secara tahunan. Adapun Bank Pembangunan Daerah (BPD) mencatat kenaikan 4,35% menjadi Rp 118,9 triliun dan bank swasta naik 4,96% menjadi Rp 456,5 triliun. 

NPL UMKM bank Danantara mencapai Rp 37,5 triliun atau 4,04% dari total portofolio kreditnya , lalu NPL pada BPD tercatat Rp 9,9 triliun dengan rasio 8,3%, dan pada bank swasta Rp 18,87 triliun dengan rasio sebesar 4,13%. 

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai lambatnya pertumbuhan kredit UMKM disebabkan oleh daya beli masyarakat yang belum pulih serta masih banyaknya pelaku usaha yang bergerak secara informal sehingga tidak bankable. “Kredit UMKM akan tetap tumbuh lambat bahkan cenderung stagnan jika tidak ada perbaikan pada sisi permintaan,” ujar Wijayanto kepada KONTAN , Jumat (12/8).

Baca Juga: Kredit UMKM Tumbuh Melambat pada Juli, Begini Kata CIMB Niaga

Menurutnya, sejumlah langkah dapat dilakukan untuk mendorong pertumbuhan, seperti pemberian insentif ekonomi dari pemerintah, mempermudah proses formalisasi UMKM, memberantas pungli dan premanisme, memberikan kredit bersubsidi, serta mendorong kolaborasi Kopdes Merah Putih dengan UMKM agar tidak mematikan usaha yang sudah ada.

Sementara Ekonom Senior Aviliani menilai hambatan utama UMKM di Indonesia adalah terbatasnya akses pasar. Berbeda dengan Korea Selatan dan Jepang, UMKM di Indonesia masih jarang terhubung dengan rantai pasok perusahaan besar. Hingga kini, menurutnya, hanya ada sekitar tiga hingga empat perusahaan di Indonesia yang menjalin hubungan rantai pasok dengan UMKM.

Ia menilai pemerintah selama ini lebih fokus pada sisi suplai, misalnya lewat penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Padahal, kunci utama pengembangan UMKM justru ada di sisi permintaan. “Yang paling penting adalah mendorong permintaan. Harus ada koneksi dengan perusahaan besar. Itu yang harus dibenahi jika ingin UMKM berkembang,” jelas Aviliani dalam diskusi “Navigating Regulation Shifts and Market Uncertainties in Indonesia & ASEAN”, Selasa (22/7).

Baca Juga: Jaga Kualitas, SMBC Indonesia Akui Kredit UMKM Sedang Melambat

Aviliani mengingatkan, pembiayaan tanpa pengembangan pasar justru bisa memperburuk rasio kredit bermasalah. UMKM yang hanya mendapat tambahan modal tanpa perbaikan model bisnis atau perluasan pasar berisiko stagnan.

Sebagai solusi, ia mendorong terjalinnya integrasi antara UMKM dan pelaku usaha besar. Skema ini terbukti efektif di sejumlah negara maju, di mana UMKM menjadi bagian dari rantai pasok industri besar sehingga mendapat kepastian pasar.

Agar berjalan optimal, menurut Aviliani, perlu ada insentif bagi perusahaan besar yang mau membina UMKM. “Kalau tidak ada insentif, perusahaan besar tentu enggan melakukan pembinaan,” ujarnya.

Dengan masuk ke rantai pasok industri besar, UMKM diyakini bisa memperluas pasar dan tumbuh lebih kuat. Sementara itu, perusahaan besar juga diuntungkan karena mendapat pasokan yang lebih stabil dan bisa mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku.

Selanjutnya: 10 Drakor Rating Tertinggi Minggu Kedua September 2025, Drakor Twelve Tamat

Menarik Dibaca: Review Poco X6 Pro Tawarkan Layar AMOLED yang Menawan, Ini Ulasan Lengkapnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×