Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Beberapa bank besar mencatatkan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di sektor perdagangan restoran dan hotel yang cukup tinggi. Secara industri, sampai kuartal 3 2016 NPL sektor perdagangan tercatat mengandung NPL 4,42%, tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Penyebab naiknya NPL di sektor perdagangan ini bersumber dari kelompok bank BUKU III atau yang mempunyai modal inti antara Rp 5 triliun sampai Rp 30 triliun. NPL perdagangan kelompok bank BUKU III sampai kuartal 3 2016 sebesar 4,76%.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sektor perdagangan merupakan lapangan usaha terbesar penerima kredit. Sampai kuartal 3 2016, hampir 19,73% dari total kredit disalurkan ke sektor ini.
PT Bank Permata Tbk merupakan salah satu bank yang mencatatkan kenaikan NPL di sektor perdagangan. Sampai kuartal 3 2016, NPL sektor perdagangan restoran dan hotel, bank berkode emiten BNLI, sebesar 5,39% atau naik 192,14 basis points (bps) atau 1,92% secara tahunan atau year on year (yoy).
Berdasarkan data laporan keuangan Bank Permata kuartal 3 2016 yang diserahkan ke Bursa Efek Indonesia (BEI, sektor perdagangan menyumbang 23,29% dari total penyaluran kredit.
“Kami akan memperkuat tim spesial aset manajemen dan melakukan restrukturisasi termasuk mengambil upaya hukum,” ujar Anita Siswadi Direktur Wholesale Bank Permata, kepada KONTAN, Minggu (4/12).
Pada paparan publik kuartal 3 2016, Bank Permata pernah mengatakan bahwa NPL di sektor perdagangan besar dan kecil menyumbang 28% dari total kredit macet.
PT Bank Tabungan Negara Tbk juga merupakan salah satu bank yang mencatatkan NPL sektor perdagangan cukup tinggi. Sampai kuartal 3 2016 NPL sektor perdagangan restoran dan hotel bank berkode BBTN ini mencapai 22,47% yoy atau naik 47 bps yoy.
Direktur Bank BTN Sulis Usdoko mengatakan tingginya NPL sektor perdagangan karena kredit komersial utamanya kredit usaha mikro dan kecil (KUMK). Kredit KUMK ini peruntukkannya lebih ke modal kerja perdagangan dan investasi yang biasanya untuk pendirian restoran.
“Kami akan tangani sedini mungkin persoalan yang dialami debitur itu adalah kuncinya,” ujar Sulis kepada KONTAN, Minggu (4/12).
Karena BTN bisnis utamanya adalah kredit pemilikan rumah (KPR), maka untuk kredit bermasalah, menurut Sulis biasanya ditangai dengan penjualan jaminan (collateral selling). Kredit sektor perdagangan tercatat menyumbang 1,35% dari total kredit BTN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News