kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Inilah pihak yang bertanggung jawab jika fintech kolaps


Jumat, 07 September 2018 / 11:34 WIB
Inilah pihak yang bertanggung jawab jika fintech kolaps
ILUSTRASI. Crowdfunding


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pesatnya pertumbuhan perusahaan teknologi (fintech) peer to peer (P2P) lending di Indonesia, membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membuat sejumlah aturan untuk mengembangkan dan mengawasi bisnis pembiayaan digital tersebut, termasuk dalam mengantisipasi perusahaan ini kolaps atau bangkrut.

Lalu, siapa pihak yang bertanggung jawab jika peruhan fintech P2P lending ini kolaps?

Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot menegaskan bahwa pihak bertanggung jawab jika fintech tersebut kolaps adalah penyelenggara fintech P2P lending. Asalkan, pihak penyelenggara terbukti lalai dalam menjalankan bisnis, yang disebabkan oleh ulah pegawai, pengurus atau pihak ketiga yang bertugas untuk kepentingan perusahaan.

Hal ini sesuai Peraturan OJK Nomor 77/POK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, pada pasal 37 menyebutkan penyelenggara wajib bertanggung jawab atas kerugian pengguna yang timbul akibat kesalahan atau kelalaian Direksi atau pegawai penyelenggara.

“Selama ada unsur kerugian, kesalahan atau kelalaian dari penyelenggara baik direksi, komisaris dan pegawai. Dan kelalaian ini dapat dibuktikan, maka menjadi tanggung jawab penyelenggara,” kata Sekar Djarot, belum lama ini.

Menurutnya, platform P2P lending di Indonesia hanya diperbolehkan menjadi perantara antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman. Berdasarkan POJK 77 Tahun 2016, bahwa tanggung jawab penyelenggara hanyalah kepada pengguna, yaitu pemberi pinjaman dan penerima pinjaman.

Terkait fintech yang kolaps ini, OJK mengantisipasinya dengan menyeleksi secara ketat perusahaan fintech mana saja yang beroperasi di Indonesia. Mereka harus mengantongi tanda terdaftar dan berizin, dengan memenuhi hak dan kewajiban sebagai penyelenggara.

“Penyelenggara yang terdaftar dan atau berizin wajib melaksanakan komitmen, di mana OJK akan mengawasi pelaksanaan dari pemenuhan atas hak dan kewajiban pengguna tersebut.,” jelas Sekar.

Sementara, jika terjadi gagal bayar yang disebabkan oleh peminjam, itu menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pemberi pinjaman atau investor. OJK mewajibkan penyelenggara menyampaikan secara terbuka terkait risiko kredit atau gagal bayar. Dari risiko itu investor sudah mengetahui konsekuensi menjadi pemberi pinjaman P2P Lending, termasuk risiko kerugian dan gagal bayar.

Oleh karenanya masyarakat diimbau untuk memahami secara keseluruhan hak dan kewajiban sebagai pengguna layanana P2P lending, terutama sebelum menyepakati perjanjian pinjam meminjam sebagai investor fintech lending.

Namun demikian, untuk mengantisipasi risiko gagal bayar tersebut, OJK mendorong perusahaan fintech P2P lending bisa bekerja sama dengan perusahaan asuransi kredit, penjaminan kredit atau pegadaian dalam menjamin dan merestrukturisasi utang antara peminjam dan investor.

Di samping itu, penyelenggara fintech yang akan mendaftarakan diri ke OJK juga wajib tergabung dalam anggota asosiasi fintech terkait. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pengawasan berlapis dari asosiasi kepada anggotanya, selain juga pengawasan OJK terhadap penyelenggara fintech lending.

Penyelenggara yang tidak mampu melanjutkan kegiatan operasional wajib menyelesaikan hak dan kewajiban kepada pengguna. OJK hanya memastikan penyelesaian hak dan kewajiban penyelenggara kepada pengguna layanan. Oleh karenannya, masyarakat diimbau untuk secara cermat untuk memahami risiko menjadi pengguna layanan fintech lending.

Direktur Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Ajisatria Sulaeman menyatakan, penyelenggara wajib bertanggung jawab, apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum atau penipuan yang menyebabkan perusahaan itu kolaps.

Sementara untuk kasus gagal bayar, ia membenarkan bahwa itu menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari investor. Pihak penyelenggara hanya berwenang untuk menyeleksi peminjam berdasarkan tingkat risiko, serta mempunyai kuasa untuk melakukan penagihan.

“Makanya investor harus pintar menyeleksi calon peminjam. Pada awalnya, investor juga sudah punya kesepakatan dengan penyelenggara jika terjadi gagal bayar,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×