kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Inklusi keuangan tantangan bagi pemain fintech


Selasa, 25 April 2017 / 22:14 WIB
Inklusi keuangan tantangan bagi pemain fintech


Reporter: Klaudia Molasiarani | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Kehadiran industri teknologi finansial alias financial technology (fintech) dinilai mampu menjawab kebutuhan masyarakat yang masih jauh dari kriteria bankable. Namun, tingkat kesadaran masyarakat terhadap kehadiran fintech (inklusi) dinilai belum maksimal.

Untuk itu, Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) berencana menggagas kegiatan pengembangan komunitas untuk menjawab persoalan tersebut.

Menurut catatan Aftech, baru sekitar 36% kelompok masyarakat Indonesia yang memiliki rekening di bank. Adapun, penetrasi kantor cabang bank per- 100.000 jumlah penduduk hanya 1/6 tingkat penetrasi di wilayah Eropa. Niki Luhur, Ketua Aftech bilang, inklusi keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat masih merupakan tantangan besar.

Menurutnya, fintech memiliki peluang yang sangat besar dalam mengembangkan perekonomian Tanah Air. Mengacu data Aftech, jumlah transaksi pembayaran online untuk pendanaan bagi pembangunan pada tahun 2016 sebesar US$ 14,8 miliar dan diharapkan tumbuh menjadi US$ 130 miliar pada tahun 2020.

Aftech juga mencatat, masih terdapat 49 juta unit UKM yang belum terakses pada layanan keuangan dan perbankan pada tahun 2016. Atau dengan kata lain, belum bankable. Selain itu, masih ada gap pembiayaan pembangunan yang mencapai Rp 988 triliun. Bahkan, pembiayaan peer to peer (P2P) lending saat ini masih sekitar Rp 350 miliar.

Niki bilang, jika ditinjau dari sisi solidaritas regional, Indonesia bersama dengan Malaysia, Thailand, dan Singapura diprediksi akan menjadi pusat baru kekuatan fintech di wilayah Asia. Dengan begitu, kata dia, fintech tidak hanya mewakili sebuah komponen inovasi layanan keuangan, tetapi juga dapat menjawab kesenjangan pembiayaan bagi lebih dari 200 juta UMKM di wilayah Asia Tenggara yang nilainya mencapai hampir US$ 300 miliar per tahun.

Tentu, masih adanya kesenjangan tersebut bakal menjadi 'pekerjaan rumah' bagi Aftech. "Tantangannya adalah menjangkau dan mengedukasi masyarakat yang berada di bottom of the pyramid," ujar Niki.

Apalagi, di negara berkembang, segmen populasi umumnya berada di luar perkotaan dengan akses infrastruktur perbankan maupun transportasi yang terbatas. Kendati menjadi tantangan, Niki mengklaim hal tersebut sebagai potensi besar bagi layanan fintech.

Sebagai upaya edukasi, Aftech menggagas program kerja yang berfokus pada pengembangan komunitas yang bertujuan untuk mengasah pengetahuan maupun kemampuan pemain fintech Tanah Air, seperti Fintech Academy, Media Relations, dan lainnya. Melalui program tersebut, pihaknya berharap dapat lebih meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap fungsi dan peran industri fintech bagi perkembangan ekonomi masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×