kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Asosiasi fintech desak pembentukan pengawas di OJK


Selasa, 25 April 2017 / 17:07 WIB
Asosiasi fintech desak pembentukan pengawas di OJK


Reporter: Klaudia Molasiarani | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Meski Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan regulasi terkait layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, para pemain financial technology (fintech) masih berupaya melobi wasit industri keuangan itu. Pasalnya, pemain fintech menilai masih banyak isu fintech yang harus diselesaikan bersama.

Niki Luhur, Ketua Asosiasi Fintech Indonesia bilang, mengacu POJK Nomor 77 Tahun 2016, per Maret 2017, baru 27 perusahaan fintech dengan layanan peer to peer (P2P) lending dan crowd funding yang mendaftarkan diri ke OJK menjadi badan usaha.

"Dari jumlah tersebut, hampir seluruhnya baru menerima tanda bukti terima dokumen pendaftaran, tetapi belum menerima surat keterangan telah mendaftar yang tentu dapat menghambat perizinan usaha selanjutnya," kata Niki melalui pesan tertulis, beberapa waktu lalu.

Berkaitan dengan itu, kata Niki, asosiasi berencana melanjutkan koordinasi dengan OJK untuk mendesak terealisasinya beberapa wacana. Di antaranya pembentukan departemen fintech di tubuh OJK yang ditetapkan khusus untuk mengawasi jalannya usaha P2P lending.

Lalu, penerbitan surat edaran (SE) OJK, pembangunan dialog antara OJK di tingkat provinsi dengan OJK di tingkat daerah, termasuk dengan kementerian/lembaga negara terkait. Serta, sosialisasi bersama pelaku usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan layanan fintech.

Selain P2P lending, lanjut Niki, masih banyak isu-isu fintech yang perlu diselesaikan bersama, seperti mekanisme know your customer (KYC) yang mengharuskan pertemuan tatap muka, penggunaan tanda tangan digital, mitigasi risiko anti money laundering (AML), berbagai aspek digital banking, penggunaan cloud, Application Programming Interface (API), dan pemanfaatan blockchain.

"Artinya, selain tindak lanjut dari regulasi yang baru dibentuk, masih banyak upaya ke depan yang harus diwujudkan bersama," imbuhnya.

Lanjut Niki, masih banyak persoalan fintech di berbagai sektor yang belum tercakup dalam payung hukum yang ada. Padahal, menjamurnya fintech di Tanah Air dapat menyokong perekonomian nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×