kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Investor Korea makin gencar membenamkan modal di industri keuangan nasional


Sabtu, 12 September 2020 / 05:45 WIB
Investor Korea makin gencar membenamkan modal di industri keuangan nasional


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan, investor asal Korea Selatan terus melakukan penetrasi masuk ke industri keuangan nasional. Yang teranyar ada KB Kookmin Bank yang baru saja merampungkan proses jadi pengendali PT Bank Bukopin Tbk (BBKP).

Meski proses pengendalian Kookmin di Bank Bukopin cukup berliku, nyatanya lembaga keuangan Korea telah melakukan penetrasi ke Indonesia sebelum 2010. Pada 2007 misalnya, ada Hana Bank yang mengakuisisi PT Bank Bintang Manunggal. 

Yang menarik, aksi Hana Bank di Korea pada 2012 yang mengakuisisi Korean Exchange Bank (KEB) juga turut berpengaruh terhadap bisnisnya di Indonesia. Pada 2013 Bank Hana melakukan merger dengan PT Bank KEB Indonesia menjadi PT Bank KEB Hana Indonesia dan bertahan hingga kini.

Masuknya Hana Bank, mulai diikuti  lembaga keuangan asal Korea, terutama perbankan masuk Indonesia. Pada 2012 ada Woori Bank yang mulai menjadi pemegang saham PT Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk (SDRA). 

Baca Juga: Pandemi corona bikin aksi akuisisi bank oleh investor asing kian ramai?

Kemudian pada 2015, Woori bank menggabungkan unit bisnisnya di Indonesia yaitu PT Bank Woori Indonesia dengan Bank Saudara menjadi PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk (SDRA).

Perlahan, Bank Saudara yang sebelum diakuisisi yang asetnya masih di bawah Rp 10 triliun terus berkembang. Sampai semester I-2020, BWS telah memiliki aset Rp 36,11 triliun. Kinerjanya tumbuh stabil, kredit tumbuh 9,63% (yoy) dengan NPL gross 1,42%. 

Sayangnya laba perseroan per semester I-2020 merosot 16,3% (yoy). Direktur Business Support Sadhana Priatmadja bilang hal tersebut terjadi akibat pandemi. Sampai akhir tahun pun ia masih optimistis masih bisa raih pertumbuhan laba yang positif.

“Target pertumbuhan kredit kita sampai akhir tahun di kisaran 7,5%. Sementara bottom line kami harapkan bisa meningkat lebih dari 100% dibandingkan posisi Juni 2020,” kata Sadhana kepada Kontan.co.id. 

Selain target kinerja, Sadhana bilang tahun ini secara organik perseroan juga bisa naik kelas menjadi bank umum kegiatan usaha (BUKU) 3 dengan modal inti di atas Rp 5 triliun. Per Juni modal inti perseroan senilai Rp 4,80 triliun.

Setelah 2015, gelombang masuknya lembaga keuangan Korea makin masif. ada Shinhan Bank yang pada 2015, mengakuissii PT Bank Metro Express pada 2015, dan dilanjutkan akuisisi PT Centratama National Bank pada 2016.

Selanjutnya juga ada Industrial Bank of Korea (IBK) yang mulai mencanangkan ekspansinya ke Indonesia. Senior Executive Vice President IBK Bank Oh Hyuk Soo, dalam pelluncuran PT Bank IBK Indonesia Septermber 2019 lalu bilang pihaknya sejak 2016 memang telah berminat melakukan ekspansi ke Indonesia.

“Maret 2017 kami membentuk tim untuk melacak bank yang punya potensi di Indonesia. Dari sana kami berhasil menemukan 13 calon bank, hingga akhirnya mengerucut kepada Bank Agris, dan Bank Mitraniaga,” ujarnya. 

Baca Juga: Penuhi likuiditas, OJK meminta pemegang saham Bukopin bertindak cepat

Bank Agris diakuisisi pada 2017 IBK Bank pada 2017, sementara Bank Mitraniaga pada 2018. Kemudian tahun lalu, kedua bank tersebut digabungkan dan bertransformasi menjadi Bank IBK Indonesia. Soo bilang, dua bank tersebut dibidik IBK Bank lantaran punya segmen fokus serupa yaitu terhadap industri Usaha Kecil Menengah (UKM). Di Korea, IBK Bank juga punya fokus bisnis di segmen UKM.

Selanjutnya pada 2018 mulai muncul lembaga keuangan non bank dari Korea yang masuk ke industri perbankan. Adalah Apro Financial Co yang mulai mengempit saham di PT Bank Oke. Langkah Apro kemudian dilanjutkan untuk mengakuisisi PT Bank Dinar Indonesia Tbk (DNAR), dan akhirnya menggabungkan dua bank lokal tersebut tahun lalu menjadi PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR). 

Pasca merger, Bank Oke langsung tancap gas, kinerjanya tumbuh signifikan. Pada 2020, perseroan yang sebelumnya mencatat rugi, mulai membukukan laba. Per semester I-2020, perseroan mencatat laba Rp 9,70miliar dengan pertumbuhan 88,43% (yoy). 

Direktur Bank Oke Efdinal Alamsyah bilang, pertumbuhan kredit jadi penopang pertumbuhan, terutama segmen UMKM yang tumbuh 12,15% (yoy) menjadi Rp 5,02 triliun. Sementara pertumbuhan pendapatan non bunganya sebesar 6,58% (yoy) menjadi Rp 211,45 miliar.

“Meski tumbuh positif, pertumbuhan kami sebenarnya masih terhitung kecil dibandingkan bank kecil lainnya. Hingga akhir tahun kami pun masih optimistis kredit bisa tumbuh hingga 25%,” katanya.

Di sisi lain, perseroan kini juga tengah menyiapkan aksi penambahan modal senilai Rp 500 miliar. Selain buat menopang ekspansi, penambahan modal bakal merupakan komitmen Apro Financial yang tiap tahunnya bakal menambah modal perseroan Rp 500 miliar. 

Penambahan modal telah dilakukan sejak tahun lalu dan akan berlangsung hingga 2025 mendatang, sehingga total Apro akan mengucurkan modal hingga Rp 3 triliun.

Tambahan modal sekaligus untuk menunaikan target perseroan agar bisa menjadi BUKU 3. Adapun per Juni 2020, modal inti Bank Oke tercatat senilai Rp 1,84 triliun dan berada di kelompok BUKU 2.

Tren akuisisi bank kecil

Jika merujuk narasi sebelumnya, ada sejumlah kecenderungan yang diambil para investor asal negeri gingseng dalam mengembangkan bisnisnya di tanah air yaitu lebih memilih untuk mengakuisisi sejumlah bank cilik untuk kemudian digabung dengan entitas anak bank miliknya di Indonesia, atau mengakuisisi lebih dari satu bank untuk selanjutnya digabungkan dan mengembangkannya sendiri.

Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma bilang tren ini sejatinya memang lebih efisien dibandingkan mendirikan bank baru, atau mengakuisisi yang sudah besar. Selain soal harga persaingan di industri perbankan nasional yang sudah ketat jadi alasannya. 

“Bank asing yang membangun dari nol sering kesulitan bersaing, bahkan bank yang sudah besar masuk ke Indonesia saja kebanyakan hanya menjadi pemain tier 2,” katanya.

Di sisi lain, marjin bunga bersih di Indonesia yang masih tinggi sekaligus populasi yang besar disebut Suria memang menjadi salah satu daya tarik buat investor asing masuk ke industr perbankan nasional.

Selanjutnya: Soal Kookmin Bank, DPR: Investor asing penting untuk perekonomian nasional

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×