Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memperjuangkan agar pemerintah menyeret turun besaran iuran program jaminan pensiun yang bakal dijalankan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Soalnya, wasit industri keuangan tersebut mengaku kebanjiran keluhan dari pelaku usaha dana pensiun swasta.
Menurut Heru Juwanto, Direktur Pengawasan Dana Pensiun OJK, keluhan pelaku usaha dana pensiun itu masuk akal. Mengingat, pemerintah menetapkan iuran jaminan pensiun sebesar 8%. Jumlah itu dianggap terlalu tinggi lantaran banyaknya program wajib yang harus dibayar pemberi kerja untuk kesejahteraan pekerja.
Sebab, saat ini saja, beban kesejahteraan mencapai 18,24% - 20,74%. Jumlah itu patungan dari pemberi kerja senilai 14,24% - 16,74% dan pekerja 4% untuk program jaminan hari tua, jaminan kematian, dan jaminan kecelakaan kerja yang dijalankan BPJS Ketenagakerjaan, serta program jaminan kesehatan nasional oleh BPJS Kesehatan dan pesangon.
"Kalau 3% itu masih bisa diterima pelaku usaha dana pensiun. Kenapa? Karena, kesejahteraan purna bakti itu kan bisa dipenuhi lewat Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) untuk kebutuhan dasarnya, dan dapen swasta serta tabungan yang bersifat sukarela. Jadi, keduanya dapat seiring sejalan dalam menjalankan programnya," ujarnya, Selasa (14/4).
Selain itu, sambung dia, racikan Tingkat Penghasilan Pensiun (TPP) sebaiknya berada pada level 15% - 20% dari upah bulan terakhir. Hal ini dimaksudkan supaya perhitungan dasar upah yang menjadi acuan agar tidak menjadi beban pemerintah jika terjadi defisit. Toh, kesejahteraan purna bakti dapat diwujudkan dengan program lainnya, seperti jaminan hari tua.
Berdasarkan hitung-hitungan OJK, dengan jaminan hari tua dan pesangon saja, sebetulnya TPP yang diperoleh oleh para pensiunan nantinya mencapai 29,70%. Jumlah itu berasal dari iuran jaminan hari tua sebesar 5,70% yang memenuhi TPP sebesar 12,20% dan iuran pesangon sebesar 7,00% - 8,00% yang memenuhi TPP 17,50%.
Dengan tambahan TPP 15% - 20% dari iuran jaminan pensiun sekitar 2% - 3%, berarti TPP yang diperoleh pekerja pada masa purna bakti nantinya berada di kisaran 35% - 40%. Angka itu pun belum termasuk program lainnya dari dapen swasta atau tabungan yang bisa diperoleh secara sukarela, di luar program wajib.
Memang, TPP di negara-negara lainnya sudah di atas 20%. Sebut saja, Inggris 32,6%, Jepang 35,6%, atau Australia 52,3%. Maklum, iuran yang dibayarkan juga tinggi. Namun, itu pun tidak sekejap mata. Iuran yang diberlakukan di negara-negara lain umumnya dilakukan secara berjenjang dan menggunakan index career average (ICA).
ICA merupakan rumusan yang banyak digunakan oleh negara lain untuk menyelenggarakan jaminan pensiun manfaat pasti. Manfaat pensiun didasarkan pada penghasilan setiap periode tertentu, misalnya rata-rata upah secara nasional atau tingkat inflasi ditambah tingkat produktivitas nasional.
Steven Tanner, Aktuaris Dayamandiri Dharmakonsilindo mengatakan, dalam konsep ICA, semua peserta diperlakukan secara adil dan sama rata. ICA dapat menghindarkan moral hazard dan risiko keuangan. Karena, manfaat pensiun yang diperoleh merupakan penjumlahan dari setiap manfaat pensiun yang telah disesuaikan pada masa kepesertaan.
"Selain itu, penghasilan sebagai dasar perhitungan iuran dan manfaat juga perlu dibatasi agar tercipta keadilan. Rumusan ini menghindari subsidi silang dari pekerja berpenghasilan rendah kepada pekerja berpenghasilan tinggi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News