Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gross perbankan pada tahun ini diproyeksikan belum akan mengalami perbaikan dibandingkan tahun 2016.
Hingga akhir tahun 2017, NPL perbankan diperkirakan berada di level 2,9%. Proyeksi ini terbilang stagnan dibandingkan data NPL pada tahun lalu yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 2,93%.
Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Doddy Ariefianto menilai, NPL perbankan di akhir tahun 2016 berada pada posisi puncaknya. Pada periode tersebut, NPL perbankan nasional masih bertengger di posisi 2,9%. Bahkan, pada awal Januari 2017, NPL merangkak naik ke level 3,1%.
Ada sejumlah faktor pemicu masih tingginya NPL perbankan di tahun lalu. Menurut Doddy, hal itu disebabkan belum optimalnya pertumbuhan ekonomi nasional di sepanjang 2016 yang masih di kisaran 5%. Selain itu, masih adanya ketidakpastian yang berasal dari faktor eksternal.
Di antaranya, terkait kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed). Suku bunga The Fed, kata Doddy, masih berpotensi naik. “Suku bunga The Fed akan naik dua atau tiga kali di tahun ini. Kenaikan Fed Rate bisa terjadi di bulan Juni sebesar 0,25%, September 0,25%, dan Desember 2017 sebesar 0,25%,” kata Doddy kepada Tabloid KONTAN, Kamis (2/3).
Nah, jika suku bunga The Fed melonjak, ekonomi Indonesia bisa terdampak. Maklum, AS merupakan negara adidaya. Setiap kebijakannya bisa mempengaruhi ekonomi global.
Kalau kenaikan Fed Rate menimbulkan tekanan cukup tinggi terhadap nilai tukar rupiah, lanjut Doddy, Bank Indonesia (BI) tentu harus bergerak mengimbangi dengan mengerek suku bunga BI.
Itu sebabnya, untuk menekan laju NPL tahun ini, Doddy berharap kalangan bankir bisa mengoptimalkan risk management. Bank harus mengantisipasi kenaikan suku bunga The Fed maupun BI. “Bankir harus memposisikan kondisi portofolio bank bisa termitigasi terhadap kenaikan suku bunga,” saran Doddy.
Memang, sambung dia, pemerintah kita sedang gencar menggenjot berbagai proyek infrastruktur di dalam negeri. Kebijakan ini akan memberikan multiplier effect. Hanya saja, karena bersifat jangka panjang, berbagai proyek infrastruktur tersebut belum bisa langsung dirasakan pada tahun ini.
Karena itu, Doddy memperkirakan, dalam 1-2 tahun ke depan pertumbuhan ekonomi nasional masih berada di kisaran 5%-5,5%. “Dengan kondisi itu, daya beli masyarakat masih lemah. Hal ini tentu membuat kinerja debitur belum optimal. Ini yang membuat NPL perbankan masih tetap tinggi,” kata Doddy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News