kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.879   51,00   0,32%
  • IDX 7.205   64,31   0,90%
  • KOMPAS100 1.106   11,04   1,01%
  • LQ45 878   11,56   1,33%
  • ISSI 221   1,08   0,49%
  • IDX30 449   6,43   1,45%
  • IDXHIDIV20 540   5,72   1,07%
  • IDX80 127   1,45   1,15%
  • IDXV30 135   0,62   0,46%
  • IDXQ30 149   1,69   1,15%

Jawaban OJK atas temuan BPK soal pungutan


Selasa, 11 Juni 2019 / 21:00 WIB
Jawaban OJK atas temuan BPK soal pungutan


Reporter: Abdul Basith | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjawab hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengungkapkan empat temuan yang memuat 9 permasalahan terkait perencanaan dan penggunaan penerimaan pungutan OJK.

"Kita menggunakan prognosis yang lebih progresif," ujar Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik Anto Prabowo kepada Kontan.co.id, Selasa (11/6).

Anto menuturkan keuangan OJK berbeda dengan keuangan lembaga negara lain. OJK menggunakan penerimaan pungutan sebagai sumber anggaran.

Pungutan tersebut hanya bisa digunakan pada anggaran OJK tahun berikutnya. Pada tahun sebelumnya, realisasi penerimaan pungutan melebihi perkiraan. Kelebihan tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh OJK.

Anto bilang berdasarkan Undang Undang (UU) tidak ada perubahan dalam rencana anggaran OJK seperti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang memiliki APBN Perubahan.

Oleh karena itu, pada rencana kerja tahun 2019 OJK menggunakan rencana penerimaan yang lebih besar sehingga realisasi tidak sebesar rencana.

"Tahun ini realisasi tidak sebesar rencana, konsekuensinya menyesuaikan pengeluaran tahun ini," terang Anto.

Tiap tahunnya penerimaan pungutan OJK sekitar Rp 4 triliun hingga Rp 5 triliun. Penerimaan tersebut dilakukan setiap tiga bulan.

Salah satu dampak anggaran yang tidak bisa digunakan itu membuat temuan kelebihan anggaran oleh BPK. Salah satunya pada Pagu anggaran bidang manajemen strategis I sebesar Rp 2,53 triliun melebihi anggaran yang disetujui DPR.

Selain itu, OJK juga mengklarifikasi pemborosan yang terjadi pada penyewaan gedung. BPK menilai penyewaan gedung Wisma Mulia 1 dan 2 karena hanya sebagian gedung Wisma Mulia 2 yang digunakan.

Anto bilang Dewan Komisioner memutuskan tidak pindah kantor meski sudah melakukan sewa gedung Wisma Mulia 1 dan 2 dengan mempertimbangkan beban biaya. Beban sewa dan pembangunan set kantor baru menjadi pertimbangan.

Selain itu, asumsi pertama OJK saat penetapan sewa gedung Wisma Mulia dikarenakan harus pindah dari gedung Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan yang saat ini ditempati OJK.

"Asumsi sudah berubah kita lihat lagi cost and benefit-nya, akhirnya kita menentukan hanya memindahkan dari Gedung Merdeka," jelas Anto.

Saat ini telah ditandatangani MOU Menteri Keuangan dan Ketua Dewan Komisioner OJK pada tanggal 2 April 2019 untuk dibangun Indonesia Financial Center sebagai kantor pusat OJK.

Oleh karena itu OJK akan terlepas dari ketergantungan sewa gedung yang telah dilakukan sebelumnya.

Asal tahu, empat temuan BPK itu antara lain, Rencana Kerja dan Anggaran Tahun 2016, 2017, dan 2018 yang disampaikan ke DPR dinilai tidak memiliki dasar perhitungan yang jelas dan akurat, perbedaan pagu anggaran per bidang antara anggaran dalam Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) Rencana Kerja dan Anggaran menurut persetujuan DPR.

"Selain itu, keputusan Dewan Komisioner OJK menyewa gedung Wisma Mulia 1 dan 2, tetapi kemudian hanya memanfaatkan sebagian gedung Wisma Mulia 2 mengakibatkan pengeluaran uang untuk sewa gedung 1 dan sebagian gedung Wisma Mulia 2 menjadi tidak bermanfaat," tulis BPK dalam laporan yang dipublikasikan Selasa (28/5).  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×