CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.886   12,00   0,08%
  • IDX 7.146   -68,25   -0,95%
  • KOMPAS100 1.093   -9,22   -0,84%
  • LQ45 872   -3,69   -0,42%
  • ISSI 215   -2,97   -1,36%
  • IDX30 447   -1,32   -0,29%
  • IDXHIDIV20 540   0,18   0,03%
  • IDX80 125   -1,00   -0,79%
  • IDXV30 135   -0,24   -0,18%
  • IDXQ30 149   -0,23   -0,16%

JHT Baru Cair pada Usia 56 Tahun, Ini Beberapa Alternatif untuk Mendanai Masa Tua


Senin, 14 Februari 2022 / 21:40 WIB
JHT Baru Cair pada Usia 56 Tahun, Ini Beberapa Alternatif untuk Mendanai Masa Tua


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Ketenagakerjaan mengeluarkan aturan baru terkait pembayaran Jaminan Hari Tua (JHT), yakni Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Dalam beleid yang diundangkan pada 4 Februari 2022 itu terungkap manfaat jaminan hari tua atau JHT hanya dapat dicairkan apabila usia peserta BPJAMSOSTEK mencapai 56 tahun. Aturan baru tersebut mengundang perbincangan publik dan ramai di bicarakan di masyarakat.

Perencana Keuangan Budi Raharjo mengemukakan, bahwa JHT menjadi salah satu sumber untuk kebutuhan dana hari tua, dan jika dianggap sebagai satu-satunya sumber kebutuhan dana hari tua agar dapat memenuhi kebutuhan tentunya belum bisa mencukupi seluruh kebutuhan pensiun seseorang.

"Bayangkan dari kontribusi peserta itu hanya menyisihkan sebagian kecil saja dari pendapatan rutin yang diambil dari gaji dan akan digunakan di masa yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan yang tidak hanya dalam jangka waktu yang pendek, namun sampai dengan bertahun-tahun," jelas Budi kepada kontan.co.id, Senin (14/2).

Baca Juga: JHT Baru Cair Saat Usia 56 Tahun, Apakah Mampu Penuhi Kebutuhan Masa Pensiun?

"Apabila usia pensiun normal seorang karyawan di usia 55 tahun dengan harapan hidup sampai dengan misalnya 75 tahun. Berarti dana tersebut harus dapat memenuhi berbagai kebutuhan hingga 20 tahun sejak ia pensiun," paparnya.

Tetapi menurutnya, peran JHT tetap tidak dapat diabaikan, sebagai salah satu pundi-pundi keuangan masa pensiun tetap berkontribusi kepada kesejahteraan karyawan setelah masa pensiun. "Hanya saja jangan dijadikan satu-satunya sumber yang diandalkan, karyawan tetap harus memikirkan sumber lain sebagai pengganti penghasilan setelah mereka pensiun," lanjut dia.

"Misalnya memiliki aset produktif yang menghasilkan pendapatan rutin seperti sewa, bisnis yang memberikan keuntungan usaha atau juga misalnya portofolio tabungan dan investasi yang sudah dipersiapkan sejak awal bekerja. Mempersiapkan pensiun memang suatu pekerjaan rumah yang panjang yang tidak dapat dilakukan dalam waktu semalam," ungkap Budi.

Budi juga menuturkan, jika dilakukan simulasi perhitungan, berdasarkan kontribusi dari peserta dan hasil pengembangan dengan asumsi tingkat bunga investasi mendekati kinerja pengelolaan BP Jamsostek, serta dengan catatan kontribusi selalu lancar dan tidak pernah dicairkan sebelum waktunya, ditambahkan pula dengan manfaat pesangon dari pemberi kerja, seseorang yang memiliki penghasilan setara UMP (Upah Minimum Provinsi) paling tidak sudah memiliki modal dasar sekitar 20-30% dari kebutuhan hari tuanya untuk misalnya mencukupi sampai 15 tahun.

Baca Juga: ​Apa Itu Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan? Ini Manfaat, Syarat, dan Cara Daftar

"Namun dugaan saya jarang sekali peserta menabung dan membiarkan dana yang sudah terakumulasi dalam JHT ini dibiarkan berkembang sampai dengan masa pensiun. Bisa saja dicairkan saat terjadi PHK atau saat pindah pekerjaan, sehingga akhirnya manfaatnya pun tidak bisa maksimal," kata Budi.

Oleh karena itu, menurut Budi, banyak juga alternatif-alternatif untuk mendanai hari tua. Misalnya dengan menjadi peserta program dana pensiun, berinvestasi sendiri melalui instrumen pasar modal seperti obligasi, saham dan reksadana. 

Selain itu, berinvestasi di aset riil seperti properti dan emas juga dapat menjadi alternatif mendanai hari tua. Begitu pula dengan membeli produk asuransi yang memiliki manfaat pensiun saat mencapai usia pensiun seperti produk anuitas.

"Dalam memilih instrumen-instrumen ini kita tidak bisa hanya melihat dari potensi keuntungannya semata, namun juga melihat kemampuan finansial, karakter dan preferensi dalam berinvestasi serta pengetahuan finansialnya. Artinya, setiap orang dapat memilih jalur perjalanannya sendiri-sendiri yang sesuai agar dapat mandiri secara finansial di hari tua," sambung Budi.

Tujuan utamanya yaitu, mandiri secara finansial agar tidak bergantung kepada orang lain dan memutus rantai generasi sandwich. Ada yang memilih jalur dengan membangun bisnis, ada yang sejak muda membangun portofolio investasinya dan ada pula yang dengan kemampuan melihat peluang membangun bisnis properti untuk menjadi pengganti penghasilan saat sudah tidak produktif, atau masa kerja karyawan telah berakhir.

Budi menyebut, kebutuhan dana pensiun utamanya tentu adalah untuk kebutuhan rutin bulanan seperti pengeluaran belanja rumah tangga, membayar utilitas seperti listrik, air dan komunikasi, membayar pajak aset seperti rumah dan kendaraan serta pemeliharaannya.

Namun kata Budi, ada juga dalam beberapa kasus dimana saat pensiun ternyata masih harus menanggung biaya pendidikan anak yang belum mandiri karena masih di bangku sekolah.

"Di sini memang peran perencanaan keuangan menjadi penting agar persiapan menjadi lebih matang dan masyarakat juga menjadi lebih berhati-hati dalam memanfaatkan penghasilannya agar tidak hanya sejahtera saat masih produktif, namun juga saat sudah mencapai usia pensiun," terang Budi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×