kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Keberadaan bank terancam kehadiran pinjaman online, benarkah?


Senin, 12 Agustus 2019 / 13:14 WIB
Keberadaan bank terancam kehadiran pinjaman online, benarkah?
ILUSTRASI. Manajemen OCBC NISP


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keberadaan fintech peer to peer (P2P) lending  alias pinjaman online kerap dianggap mengancam eksistensi industri perbankan. Namun, benarkan demikian?

Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja menjelaskan, keberadaan pinjaman online justru mengisi ceruk yang tidak bisa dilayani pihak bank, yaitu pelayananan kredit mikro. Parwati menyebut, OCBC NISP dahulu sempat menggeluti lini bisnis mikro, namun tak bertahan lama.

"Kita lihat ini ada karena bank enggak bisa serve. Kita dulu masuk bisnis mikro awal 2010 dan kemudian kita keluar," ujar Parwati di Menara Kompas, Kamis (8/8).

Baca Juga: Batas modal minimal startup fintech Rp 2,5 miliar, Alami: Tidak masalah

Parwati mengatakan, seharusnya bank dan perusahaan penyedia jasa pinjaman online bisa saling melengkapi satu sama lain. Pihak P2P lending memiliki keunggulan di bidang teknologi serta penetrasi ke pasar yang lebih luas. Sementara bank memiliki dana yang lebih besar, serta pengelolaan risiko yang lebih baik.

Menurut dia, jika ingin berkembang, P2P lending memang mau tidak mau harus berkolaborasi dengan bank, baik dalam bentuk akuisisi oleh bank atau penyuntikan modal oleh anak perusahaan modal ventura milik bank yang bersangkutan.

Baca Juga: Meresahkan, ternyata hanya 22% fintech ilegal yang servernya ada di Indonesia

Sebab, P2P lending membutuhkan suntikan dana yang lebih besar dan tidak bisa menghasilkan pendanaan dari ritel saja. "Sumber pendanaan P2P kan dari ritel, dan kalau scale up mereka butuh partner institusi. Pelayanan di Indonesia juga masih butuh banking," jelas dia. "Konteksnya di Indonesia, ibarat kue, pie-nya growing, mindset-nya enggak. Kemudian kita rebutan kue, tapi bagaimana membuat kuenya lebih besar," ujar dia.

Pada Juli lalu, OCBC NISP sendiri telah membentuk sebuah perusahaan modal ventura bernama PT OCBC NISP Venture. Parwati menjelaskan, anak perusahaan ini nantinya bakal menyuntikkan modal kepada perusahaan peer to per lending yang bisa membantu memberi solusi atau mengembangkan bisnis UKM.

Baca Juga: Hingga Agustus, sudah ada 1.230 fintech ilegal yang diblokir Satgas Waspada Investasi

Modal dasar dari perusahaan modal ventura ini sebesar Rp 400 miliar dengan modal ditempatkan sebesar Rp 100 miliar. Komposisi pemegang saham adalah PT Bank OCBC NISP Tbk sebesar 99,99% atau Rp 99,90 miliar dan PT Suryasono Sentosa sebesar 0,1% atau Rp 100 juta.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pinjaman Online Jadi Ancaman Bagi Bank, Benarkah?"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×