Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
Hery menaksir total aset bank hasil merger bakal mencapai hingga Rp 220-225 triliun dengan laba Rp 2,2 triliun pada akhir 2020. Sedangkan dengan asumsi konservatif, sampai 2025 aset diproyeksi bisa mencapai Rp 390 triliun, pembiayaan Rp 272 triliun, dan DPK senilai Rp 335 triliun.
Target rampungnya penggabungan usaha juga cepat. Pada Februari 2021 misalnya, bank hasil merger diharapkan sudah dapat beroperasi. BRI Syariah sebagai entitas yang menerima penggabungan (surviving entity) pun menyatakan siap memenuhi segala ketentuannya.
Dalam jawabannya kepada Bursa Efek Indonesia Rabu (11/11) Direktur Utama BRI Syariah Ngatari mengatakan bakal segera memenuhi ketentuan kepemilikan saham publik minimum 7,5%. Maklum pascamerger posri kepemilikan publik bakal terdilusi dari 18,47% menjadi 4,4%.
“Perseroan saat ini masih mengkaji untuk melakukan aksi korporasi terkait pemenuhan free float pada kesempatan pertama,” ungkapnya.
Selain kepemilikan publik, pasca merger kendali juga akan berpindah dari BRI kepada PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), induk Bank Mandiri Syariah yang berkontribusi paling besar terhadap aksi ini.
Meski bakal kehilangan kendali utama di BRI Syariah atau bank hasil merger kelak, BRI di lain sisi justru tengah menyiapkan aksi korporasi bersama PT Pegadaian dan PT Penanaman PT Permodalan Nasional Madani (PNM).
Baca Juga: Holding BUMN pangan, Perum Perindo akan merger dengan Perinus
Aksi ini juga sejatinya telah mengemuka sejak awal tahun lalu, saat Menteri Erick ingin melakukan sinergi antara tiga perusahaan tersebut. Ini dilakukan lantaran ketiga perusahaan punya amanat serupa dari Kementerian untuk menyalurkan pembiayaan ke segmen UMKM terutama mikro.
Sayangnya, BRI masih enggan membeberkan lebih detil rencana ini. Saat dikonfirmasi, Corporate Secretary BRI Aestka Oryza Gunarto hanya menjelaskan aksi tersebut akan bertujuan mengembangkan bisnis perseroan pada lini UMKM.
“Secara umum aksi korporasi dilakukan untuk mendukung strategi BRI, dan makin fokus mengembangkan UMKM,” katanya kepada KONTAN, Jumat (13/11).
Sementara Direktur Pemasaran dan Pengembangan Produk Pegadaian Harianto Widodo mengakui adanya arahan dari Kementerian terkait akuisisi. Sayang ia juga masih enggan bicara banyak lantaran skema akuisisi masih dikaji lebih lanjut.
“Mungkin bisa diperjelas ke BRI, karena kami melihatnya juga masih dalam proses kajian,” ungkapnya.
Selain skema akuisisi, sebelumnya mengemuka pula rencana pembentukan holding yang akan dipimpin oleh BRI. Direktur Utama BRI Sunarso sempat mengatakan hal ini.
“Bisa membentuk holding, tapi bukan superholding, lebih ke subholding. Namun yang paling konkret memang soal kerjasama operasional, penggunaan jaringan bersama. Intinya ada arahan dari Kementerian untuk bersinergi antara BUMN yang memberdayakan UMKM, bentuknya seperti apa itu yang kita bicarakan,” jelasnya.
Selanjutnya: Dukung program pemerintah, BNI Syariah sosialisasikan sukuk tabungan seri ST007
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News