Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Dadan M. Ramdan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkembangan perbankan syariah dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Hal ini bisa dilihat dari market share perbankan syariah yang telah berhasil keluar dari five percent traps. Meski pangsa pasarnya telah tembus 5%, perbankan syariah masih terus berusaha meningkatkan pangsa lagi di masa depan. Harapannya, akan semakin banyak masyarakat yang terbantu dengan adanya perbankan syariah.
Ketua V Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Agustianto Mingka menjelaskan, salah satu upaya untuk meningkatkan market share bank syariah adalah dengan melakukan sosialisasi produk dan layanan kepada masyarakat. Pasalnya, tingkat literasi keuangan syariah nasional baru mencapai 8% jika merujuk survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurutnya, bank syariah memiliki kelebihan dan keunggulan ketimbang bank umum. Hampir semua transaksi yang dilakukan di lembaga keuangan bisa memakai akad syariah. "Asalkan, bisa menghilangkan unsur riba atau bunganya yang dalam ajaran Islam adalah haram," katanya pada workshop perbankan syariah dengan tema "Meneropong Celah Bisnis Melalui Akad- Akad di Perbankan Syariah, Senin (16/4).
Ia memberi contoh, dalam sistem perbankan konvensional tidak ada transaksi gadai karena hal itu merupakan domain jasa pegadaian. Tapi itu tidak berlaku pada bank syariah. "Pada bank syariah ada yang namanya rahn yakni akad yang digunakan dalam proses gadai barang," terangnya.
Agustianto juga menyebutkan akad sewa yang menjadi keunggulan bank syariah lainnya, yakni ijarah karena tidak ada dalam produk bank konvensional. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Dalam praktiknya, dalam sewa-menyewa ini berkembang akan yang disebut ijarah al-maushufah fi al-dzimmah atau sewa inden.
Kini, banyak perusahaan swasta dan BUMN yang memanfaatkan akad sewa inden ini karena tidak dicatat sebagai utang, sehingga positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. "Dengan akad sewa inden atau ijarah al-maushufah fi al-dzimmah, bank syariah bisa menyewakan barang yang belum jadi atau masih dibuat oleh vendor," sebut Agustianto.
Akad akad lainnya yang bisa dilakukan dalam bisnis syariah antara lain istishna yang digunakan dalam transaksi jual beli dengan adanya pemesanan barang dan pembayaran dilakukan dengan cara dicicil atau bertahap. Kemudian, kafalah yakni akad yang digunakan dengan adanya pemberian jaminan dalam suatu transaksi. Selain itu, akad murabahah yakni akad ini juga diguankan untuk transaksi jual beli. Juga ada qardh yakni akad yang digunakan untuk peminjaman di mana pengembalian dana yang dipinjam besarnya tetap sama atau tidak bertambah.
Pada kesempatan yang sama, Pemimpin Divisi Keuangan BNI Syariah Wahyu Avianto mengatakan, pihaknya siap meluncurkan produk piutang yang ditujukan untuk pengalihan (takeover) utang nasabah dari bank lain yang akan difasilitasi menggunakan akad hawalah. Hawalah merupakan suatu akad pemindahkan utang dari tanggungan 'muhil' atau orang yang berutang menjadi tanggungan muhal'alaih atau orang yang melakukan pembayaran utang. Sehingga, dalam hawalah tersebut terjadi perpindahan tanggungan atau hak dari satu orang kepada orang lain.
"Produk piutang hawalah ini untuk 'takeover'. Misalnya nasabah sebelumnya punya kredit di bank konvensional dan ingin pindah ke bank syariah, bisa menggunakan akad ini. Ini bisa 'takeover' apa saja," bebernya.
Wahyu menuturkan, potensi pembiayaan hawalah lumayan besar karena minat masyarakat yang ingin pindah ke bank syariah sangat banyak. Oleh karena itu, produk piutang hawalah tersebut diharapkan dapat menjadi solusi. "Di BNI Syariah, dari Rp12 triliun, Rp10 triliun atau 80% konsumer kami adanya di griya, potensinya juga sangat besar. Masyarakat yang ingin hijrah juga sangat banyak, yang ingin 'takeover' dan sebagainya sehingga harus siapkan solusi dengan akad itu," ujarnya.
Namun dalam pencatatan piutang hawalah ini, belum bisa dimunculkan karena terbentur regulasi dari OJK. Wahyu mengatakan, pihaknya telah mengusulkan ke OJK untuk memunculkan piutang hawalah dalam pencatatan. "Sudah dajukan ke OJK dan sudah dalam proses pembahasan. Mudah-mudahan dalam waktu dekat disetujui dan bisa segera launching pada semester satu ini," harapnya.
Wahyu juga menyebutkan market share atau pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia sudah mencapai 5,74% hingga akhir tahun 2017 lalu. "Perbankan syariah mengalami pertumbuhan cukup tinggi, yakni 15,2% atau jauh lebih tinggi dari pertumbuhan perbankan konvensional secara nasional yang mencapai 8,4%," katanya.
Khusus untuk BNI Syariah, market sharenya mencapai 8,21% atau lebih tinggi dari market share bank syariah secara nasional. Aset BNI Syariah mencapai Rp 35 triliun dibandingkan aset perbankan syariah secara nasional Rp 240 triliun, serta aset perbankan konvensional secara nasional yang mencapai Rp 7.387 triliun. "Salah satu upaya perbankan syariah untuk meningkatkan market share adalah dengan melakukan sosialisasi produk dan layanannya ke masyarakat mengingat tingkat literasi keuangan masih minim," terang Wahyu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News