Reporter: Adhitya Himawan, Dea Chadiza Syafina, Margareta Engge Kharismawati, Nina Dwiantika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Keputusan bank menaikkan tarif transfer uang dan tarif transaksi di automated teller machine (ATM) mulai 1 November 2014 berefek ganda. Selain menambah beban nasabah, tarif baru ATM juga berandil besar mengerek inflasi.
Menurut Suryamin, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), tarif transfer uang via ATM yang naik 30% dan biaya administrasi kartu ATM yang naik 27,77%, menyumbang 0,07 poin terhadap inflasi November 2014. Penopang inflasi terbesar adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang menyokong 0,47 poin terhadap inflasi bulan lalu.
Sebagai gambaran, kemarin, BPS mengumumkan, inflasi November 2014 tercatat sebesar 1,50% atau di atas inflasi November 2013 yang sebesar 0,12%. Setahun terakhir hingga akhir November 2014, inflasi mencapai 6,23%, sementara sepanjang 11 bulan pertama tahun 2014 inflasi tercatat sebesar 5,75%.
Awal bulan lalu, bank memang menaikkan tarif transaksi via ATM. Ambil contoh, biaya transfer melonjak 50% menjadi Rp 7.500 dari Rp 5.000. Biaya cek saldo melejit hingga 100%, dari Rp 2.000–Rp 3.000 menjadi Rp 4.000–Rp 4.500.
Bank Indonesia (BI) menyatakan, kenaikan tarif transaksi ATM dan biaya administrasi transfer uang hanya sekali ini saja membebani inflasi. Kecuali, kalau bank kembali mengerek tarif transaksi.
BI optimistis inflasi dari sektor jasa keuangan tetap terkendali. Lagi pula, bobot pengeluaran masyarakat untuk biaya ATM relatif kecil jika dibandingkan pengeluaran sehari-hari untuk membeli bahan makanan. "Kenaikannya relatif kecil, dan bobotnya dalam komponen konsumsi juga kecil," tutur Tirta Segara, Direktur Eksekutif, Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), kepada KONTAN.
Rico Usthavia Frans, Senior Executive Vice President Transactional Banking Bank Mandiri menambahkan, volume transaksi lewat ATM cukup stabil, di level 17% pasca kenaikan tarif. Ke depan, kenaikan biaya ini tak berpengaruh terhadap volume transaksi ATM. "Kami harapkan bisa tumbuh sekitar 20% di tahun depan," ucap Rico.
Sekretaris Perusahaan Bank Rakyat Indonesia, Budi Satria pun menilai tak ada perubahan volume transaksi pasca kenaikan tarif ATM. "ATM sudah menjadi kebutuhan masyarakat," kata Budi. Toh, kata Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur Bank Central Asia, transaksi via ATM lebih efisien ketimbang harus datang ke kantor cabang dan keluar ongkos transportasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News