Reporter: Ferry Saputra | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Korban Wanaartha Life sempat kebingungan untuk mengurus permasalahan Wanaartha Life ketika terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) pada 3 Februari 2023.
Hal itu karena, OJK menyebut penyidikan kasus tersebut menjadi ranah Bareskrim Polri bukan OJK. Adapun UU P2SK tersebut terdapat butir yang menjadikan OJK sebagai penyidik tunggal.
Hal itu disampaikan Ketua Aliansi Korban Wanaartha Life Johanes Buntoro saat bersaksi dalam sidang perkara Nomor 59/PUU-XXI/2023 terkait uji materiil UU P2SK di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (11/9). Adapun perkara tersebut membahas kewenangan penyidikan tunggal OJK.
Baca Juga: OJK Ungkap Latar Belakang Munculnya UU P2SK
Terkait hal itu, Johanes awalnya mengatakan dengan informasi yang telah dihimpun, pihaknya bersama para korban mengajukan laporan ke Bareskrim Polri pada 16 Februari 2021.
Namun, pihaknya mendapat SP2HP yang menginformasikan bahwa perkara belum bisa ditindaklanjuti sejalan dengan terbitnya UU P2SK.
Dia menyebut awalnya para nasabah berharap akan terjadi persidangan di tindak pidana tersebut, tetapi ternyata malah disetop.
"Setelah mendapat SP2HP itu, kami sebenarnya tidak banyak melakukan tindakan apa-apa. Sebab, kami juga dalam tahap pembentukan tim likudasi," ucapnya saat memberikan kesaksian dalam persidangan di MK.
Kebingungan dan keresahan yang masih timbul hingga saat ini membuat Johanes coba untuk menanyakan kepada pihak OJK saat persidangan sebelumnya.
Dia menyebut pihak OJK sempat menyampaikan bahwa kasus yang sudah ditangani pihak Bareskrim Polri, itu menjadi urusan mereka dan bukan OJK.
Baca Juga: Korban Wanaartha Life Sebut Ada Kejanggalan Berkaitan dengan Tindakan OJK
"Sebab, waktu itu, kejadiannya sebelum UU P2SK diterbitkan. Jadi, jawabannya seperti itu. Jadi, mereka menyebut hal itu masih kewenangan Bareskrim Polri. Kami juga menjadi bingung, sebenarnya undang-undang tersebut bagaimana? Saya harus ke Bareskrim Polri atau OJK?" ungkapnya.
Johanes pun menyatakan total kerugian yang dideritanya dalam kasus Wanaartha Life mencapai hampir Rp 400 juta dari total kerugian nasabah yang sebesar Rp 15,9 triliun.
Dia juga menerangkan sebenarnya pihak direksi Wanaartha Life sempat menyampaikan kepada pihak OJK bahwa ada masalah tindak pidana dalam perusahaan asuransi jiwa itu.
"Artinya kami menyampaikan, pihak manajemen juga direksi menyampaikan, tetapi tidak ada tanggapan sama sekali oleh pihak OJK. Kami tidak tahu kenapa? Apakah karena kekurangan SDM di sana? Atau karena kami tidak paham. Jadi, itu sudah diupayakan kami," ujarnya.
Dalam persidangan itu, Johanes juga membeberkan bukti bahwa ada pengakuan dari Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Ogi Prastomiyono bahwa pihak OJK berhubungan dan berkomunikasi dengan pihak pemilik perusahaan seusai ditetapkan menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) dan menjadi tersangka.
Baca Juga: Korban Wanaartha Life Ceritakan Awal Mula Masalah hingga Laporan ke Bareskrim Polri
"Itu yang membuat kami kaget. Sangat jelas tindak pidana yang dilakukan oleh pihak Wanaartha Life, tetapi tidak dilakukan action," katanya.
Sebagai informasi, kuasa pemohon akan menghadirkan 4 saksi dalam persidangan selanjutnya yang dijadwalkan pada 25 September 2023. Adapun agendanya mendengarkan keterangan 4 ahli dari pemohon.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News