Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Roy Franedya
JAKARTA. Dalam kinerja bank, pertumbuhan kredit lebih kecil dari kenaikan laba memang sudah biasa. Begitupula laba naik tipis di saat kredit melonjak tinggi, hampir sebagian besar bank pernah merasakan.
Tengok saja, pada tahun 2012, bank milik taipan Chairul Tanjung itu mengalami penurunan kredit (outstanding) sebesar 15%. Sementara laba bersihnya melonjak hingga 31%.
Penyaluran kredit Bank Mega senilai Rp 26,9 triliun per Desember 2012, anjlok Rp 4,8 triliun atau 15% dibandingkan posisi Desember 2011. Kondisi ini mencerminkan banyak hal. Salah satunya, penyaluran kredit baru melempem, sementara debitur lama banyak yang melunasi kredit. Alhasil, outstanding kredit menyusut.
Tetapi, apapun penyebabnya, penurunan ini mempengaruhi kemampuan bank mencetak untung. Sebab, penyuplai terbesar pendapatan masih dari penyaluran kredit.
Di sinilah menariknya. Meski kredit minus 15%, pendapatan bunga Bank Mega tetap meningkat 10,3% menjadi Rp 5,04 triliun. Di saat yang sama manajemen berhasil memangkas beban bunga rupiah dari Rp 4,74 triliun menjadi Rp 4,29 triliun. Alhasil, pendapatan bunga bersih (bank only) melonjak 32,8% menjadi Rp 2,75 triliun. Hasilnya, laba bersih melonjak 31% menjadi Rp 1,56 triliun.
Direktur Utama Bank Mega, JB Kendarto, menjelaskan kenaikan laba ditopang kredit usaha kecil dan menengah (UKM), yang memberikan margin tinggi. "Jadi laba tetap naik," katanya, Kamis (28/3). Portofolio kredit UKM mencapai 21,8% atau senilai Rp 5,92 triliun, lebih tinggi dibandingkan porsi tahun 2011 sebanyak 17,9% atau Rp 5,73 triliun.
Di Bank Mega, kredit UKM merupakan penyumbang kredit terbesar ketiga setelah kredit konsumer dan korporasi. Sayang, manajemen tidak menjelaskan lebih detail, bagaimana kredit yang komposisinya hanya 21,9% ini bisa menjadi penopang utama bisnis pada tahun lalu.
Direktur Ritel Bank Mega, Kostaman Thayib, menyampaikan penurunan kredit akibat melemahnya pembiayaan kendaraan bermotor. Outstanding kredit Mega Auto Finance, anak usaha di bidang pembiayaan, turun Rp 3,6 triliun. "Penurunan ini akibat pemberlakuan aturan loan to value yang mengakibatkan kenaikan uang muka kredit kendaraan," jelasnya.
Rasio intermediasi atau loan to deposit ratio (LDR) ikut menyusut menjadi 52,4% dari posisi sebelumnya 63,8%. Padahal, bank sudah berupaya mengerem kenaikan dana pihak ketiga, untuk mengimbangi penurunan sektor kredit. "Kami sengaja memperlambat pertumbuhan DPK hanya 2% karena likuiditas juga masih banyak," jelasnya.
Tahun ini, Mega membidik pertumbuhan UKM sebesar 50% menjadi Rp 8,9 triliun. Sedangkan komersial naik 78%, korporasi tumbuh 25% dan konsumer tumbuh 10%.
Direktur Bisnis Indonesia Timur Bank Mega, Max Kembuan, menyampaikan untuk mencapai target kredit UKM, pihaknya akan menambah 30 unit usaha kecil dan menengah di wilayah timur seperti Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Menurutnya, kontribusi UKM di wilayah ini mencapai 40% dari total kredit. Sedangkan kontribusi kredit sebesar 20% terhadap total kredit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News