Reporter: Ferrika Sari | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai penjaminan industri penjaminan tumbuh melambat di awal 2019. Ini dipengaruhi penyaluran kredit di industri perbankan yang juga tumbuh melambat.
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai Februari 2019 outstanding penjaminan mencapai Rp 216,81 triliun atau tumbuh 6,28% dibandingkan dengan nilai penjaminan di Februari 2018 sebesar Rp 199,72 triliun. Penjaminan dari sektor produktif berkontribusi dominan sebesar 54,15%, sedangkan usaha non produktif sebesar 48,85%.
Ketua Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) se-Indonesia Dian Askin Hatta mengatakan perlambatan tersebut dipengaruhi penyaluran kredit dari perbankan. Dengan kata lain, apabila kredit perbankan melambat secara otomatis penjaminan kredit juga mengikuti.
“Survei perbankan yang dirilis Bank Indonesia pada kuartal I 2019 mengindikasikan pertumbuhan kredit baru secara triwulanan melambat dibandingkan periode sebelumnya,” kata Dian kepada Kontan.co.id, Rabu (17/4).
Hal ini tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) permintaan kredit baru di kuartal I 2019 yang sebesar 50% atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu 71,7%. Menurut BI, perlambatan kredit tersebut terjadi pada kredit modal kerja dan kredit investasi. Misalnya saja, SBT kredit modal kerja turun dari 77% menjadi 68,2%, sedang kredit investasi turun dari 83,1% menjadi 74,7%.
Meski outstanding penjaminan tumbuh melambat namun disisi lain klaim atas kredit menurun. Penyebabnya perusahaan penjaminan lebih selektif berbisnis, terutama di segmen bisnis non-kredit usaha rakyat (KUR). Sampai Februari 2019, total klaim dibayar industri penjaminan mencapai Rp 220 miliar, turun 1,34% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu Rp 223 miliar.
“Dengan begitu perusahaan penjaminan bisa menghindari bisnis-bisnis yang menyebabkan klaim menggemuk. Terlebih saat ini banyak produk penjaminan kredit yang kompetisinya terbilang tinggi ditambah tren tarif juga terus menurun,” ungkap Dian.
Dian berharap outstanding penjaminan membaik sampai akhir tahun 2019. Ia meminta perusahaan penjaminan gencar menggali potensi pasar serta membuat produk baru dan turunannya sesuai dengan perkembangan bisnis. Tentu dengan tetap mengikuti ketentuan Undang-undang (UU) Penjaminan serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengatur industri penjaminan.
Potensi bisnis penjaminan diperkirakan tumbuh positif. Mengingat, bisnis di sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) juga menunjukkan peningkatan seiring perkembangan usaha. Terlebih, sektor ini mendapat dukungan dari pemerintah pusat dan daerah melalui program KUR. Program ini memberikan tingkat bunga rendah serta persyaratan mudah yang juga dijaminan oleh perusahaan penjaminan.
Selain bisnis UMKM, potensi industri penjaminan diperkirakan meningkat berdasarkan proyeksi pertumbuhan kredit perbankan pada 2019 yang mencapai 11,6%. Optimisme tersebut didorong oleh perkiraan pertumbuhan ekonomi yang tetap membaik disertai risiko penyaluran kredit yang relatif rendah.
Di sisi lain masih ada potensi penjamian dari sektor non-bank yang bisa dimaksimalkan melalui penjaminan pengadaan barang dan jasa (suretybond) serta penjaminan lainnya sebagaimana telah diatur dalam pasal 4 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News