kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.959.000   16.000   0,82%
  • USD/IDR 16.309   11,00   0,07%
  • IDX 7.549   58,54   0,78%
  • KOMPAS100 1.074   11,78   1,11%
  • LQ45 797   1,67   0,21%
  • ISSI 255   1,37   0,54%
  • IDX30 411   0,99   0,24%
  • IDXHIDIV20 469   -0,57   -0,12%
  • IDX80 120   0,13   0,11%
  • IDXV30 124   -0,14   -0,11%
  • IDXQ30 131   -0,05   -0,04%

Krisis Sebabkan Bisnis Tresuri Bank Jadi Sepi


Jumat, 11 September 2009 / 10:15 WIB
Krisis Sebabkan Bisnis Tresuri Bank Jadi Sepi


Sumber: KONTAN | Editor: Dikky Setiawan

Jakarta. Krisis finansial global memangkas bisnis tresuri perbankan lokal. Hampir semua bank mengaku lini bisnis treasury banking yang mencakup transaksi valas alias foreign exchange (forex) trading dan produk derivatif mengalami penurunan. "Situasi global masih belum pulih, pasar ekspor juga masih sepi, otomatis forex trading juga ikut sepi," kata Direktur CIMB Niaga Handoyo Soebali di Jakarta, Kamis (10/9).

Head of Consumer Banking Standard Chartered Bank Wang Wardhana juga bilang bisnis tresuri, baik di forex trading maupun di derivatif, masih belum kembali ke tahapan yang normal. "Masih dalam tahap pemulihan," ujarnya. Wang menuturkan, penyebab terbesar penurunan sektor tresuri perbankan adalah ekspor yang lesu.

Bisnis tresuri semakin sepi setelah Bank Indonesia (BI) menerbitkan aturan main baru yang memperketat lalu lintas duit asing, akhir tahun lalu. Misalnya, aturan BI yang mewajibkan penyertaan dokumen di setiap transaksi pembelian dolar (underlying transaction). "Secara tidak langsung itu membawa pengaruh," kata Wang.

Bangkit akhir tahun

Kepala Tresuri Bank Century Frans Darwin Sinurat mengamini pernyataan Wang. Bank yang menerima bailout pemerintah itu termasuk aktif bertransaksi sebelum krisis. Dalam sehari volume transaksi valuta asing bisa di atas US$ 15 juta. Namun, situasi krisis dan adanya aturan-aturan baru memangkas nilai transaksi Bank Century di kisaran US$ 5 juta-US$ 10 juta.

Nah, selain surut karena munculnya aturan underlying transaction akhir tahun lalu, sektor tresuri bank juga terpukul oleh penerbitan aturan tentang pengaturan produk berisiko alias produk terstruktur (structured product), seperti produk derivatif.

Kepala Tresuri BCA Branko Windoe berpendapat bank yang merasakan pukulan paling berat adalah bank asing yang selama ini mengandalkan penjualan produk derivatif. "Dengan aturan yang lebih ketat, bisnis mereka menjadi sulit," ungkapnya.

Dalam pengamatan Branko, kebanyakan bank asing di Indonesia masih banyak mengandalkan pendapatan dari produk derivatif. Sebaliknya, sekarang, kondisi bank-bank yang selama ini tidak menggantungkan penghasilan dari sana tentunya tidak terlalu terpengaruh.

Branko mencontohkan BCA. Transaksi valas masih ramai meski ada aturan underlying transaction. "Kalau bank memang menjadi tempat transaksi investasi riil, tentu masih terus berjalan," ujarnya. Sayang, Branko enggan mengungkap berapa persisnya transaksi di BCA. "Itu data rahasia," elaknya.

Standard Chartered termasuk bank asing yang tidak lagi menawarkan produk derivatif. "Setelah aturan BI terbit, kami sudah tidak berani menyentuh produk-produk itu," ujar Wang. Meski hawa pasar uang masih suram, para bankir tetap yakin situasi akan berubah kembali.

"Melihat perkembangan terakhir, saya kira mulai semester dua ini bisnis tresuri akan mulai bergairah lagi," kata Wang. Frans juga sepakat dengan itu. "Permintaan dolar tidak akan pernah surut, apalagi kalau ekspor mulai pulih," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×