Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhir-akhir ini, pemerintah gencar menerbitkan obligasi ritel yang hampir serupa dengan simpanan bank berupa deposito. Bahkan, imbal hasil yang ditawarkan tak jarang jauh lebih besar dibandingkan bunga deposito yang tergolong minim.
Terbaru, pemerintah menawarkan sukuk tabungan seri ST010 dengan imbal hasil 6,25% untuk tenor dua tahun dan 6,40% untuk tenor empat tahun, keduanya di atas bunga deposito. Pemerintah memasang total target penjualan ST010 sebesar Rp 10 triliun dengan penawaran bakal berakhir pada 7 Juni 2023.
Direktur Distribution and Funding PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) Jasmin mengungkapkan bahwa dengan adanya obligasi ritel yang memberikan imbal hasil lebih tinggi tetap memberikan dampak pada simpanan deposito.
“Dampak pasti ada, namun kembali lagi ke kebutuhan nasabah terutama terkait likuiditas,” ujar Jasmin.
Baca Juga: BSI Ganti Direktur IT dan Manajemen Risiko
Menurutnya, tingkat likuiditas deposito menjadi salah satu pertimbangan nasabah untuk menyimpan dananya di portofolio tersebut. Mengingat, pilihan tenor dimana tenor pendek tidak bisa ditemui di obligasi ritel.
Jasmin bilang saat ini simpanan deposito di BBTN sendiri masih mengalami pertumbuhan sekitar 5,1% secara tahunan. Ia pun memproyeksikan deposito masih bisa tumbuh tahun ini sekitar 10%.
Sementara itu, Jasmin menyebutkan saat ini bunga counter rate deposito BBTN hingga 3.05% tergantung dari tenor dan nominal penempatannya. Ia mengungkapkan bahwa ada strategi BTN untuk menurunkan cost of fund tahun ini.
“Secara bertahap suku bunga deposito akan disesuaikan,” tambahnya.
SVP Retail Deposit Product And Solution Group Bank Mandiri Evi Dempowati mengungkapkan bahwa adanya obligasi ritel sejatinya menambah keragaman pilihan instrumen investasi bagi nasabah.
Evi berpendapat penempatan dana pada varian produk perbankan konvensional seperti deposito selalu ada untuk segmen nasabah yang lebih memilih produk investasi dengan tingkat risiko rendah.
“Saat ini fokus kami ke CASA atau dana murah. Nasabah kami bebaskan untuk memilih instrumen investasi yang sesuai risk profile mereka,” ujarnya.
Oleh karenanya, ia menyebutkan bahwa saat ini simpanan deposito perusahaan mengalami penurunan senilai Rp 24 triliun atau setara 9,7% secara tahunan. Menurutnya, ini sejalan dengan strategi Bank Mandiri untuk mengurangi dana mahal.
Baca Juga: Bank BJB Ikut Tawarkan ST010, Ada Cashback Menarik bagi Investor
Hampir sama, Direktur Utama PT Bank Raya Indonesia Tbk Ida Bagus Ketut Subagia juga bilang bahwa pihaknya akan berfokus pada peningkatan CASA atau dana murah. Hal tersebut untuk meningkatkan postur keuangan bank menjadi lebih baik.
Ia menambahkan bahwa pihaknya tetap menawarkan suku bunga yang kompetitif untuk menjaga tingkat biaya bunga yang optimal. Menurutnya, penetapan suku bunga tersebut sudah mempertimbangkan posisi likuiditas, tingkat persaingan di industri dan menjaga pertumbuhan serta profitabilitas ke depan.
“Kisaran 3%-4,5%,” ujarnya.
Sementara itu, Executive Vice President Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F Haryn berpendapat produk deposito dan obligasi ritel memiliki karakteristik dan keunggulan masing-masing.
Hanya saja, per 1 Maret 2023, Hera bilang BCA telah menaikkan suku bunga deposito rupiah hingga 100 bps untuk jangka waktu 3 bulan, mencapai sebesar 4,00%. Adapun untuk jangka waktu 6 bulan, suku bunga deposito IDR naik 50 bps menjadi 2,50%.
Meski demikian, ia menyebut kenaikan suku bunga deposito tersebut tidak berdampak signifikan terhadap cost of fund BCA. Mengingat, porsi deposito hanya berkisar 19% dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) per Maret 2023.
“Deposito BCA relatif terjaga hingga Maret 2023, yakni mencapai Rp 195,4 triliun. Kami memperkirakan pertumbuhan deposito sebesar 7%-9%,” ujarnya.
Menanggapi kondisi tersebut, Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengungkapkan bahwa sejatinya baik itu obligasi ritel milik pemerintah maupun deposito mempunyai keunggulan yang berbeda.
Memang, secara imbal hasil maupun biaya-biaya yang perlu dikeluarkan dinilai lebih menguntungkan obligasi ritel. Tapi, ia menyoroti likuiditas dari deposito yang lebih baik dengan bisa dicairkan walau terkena biaya penalti.
“Bank-bank kan sebenarnya juga menjadi mitra distribusi dari obligasi ritel tersebut, jadi mereka juga bisa mendapat fee based income,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News