kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kurangi reputasi buruk, P2P lending didorong beri pendanaan ke sektor produktif


Minggu, 21 November 2021 / 15:24 WIB
Kurangi reputasi buruk, P2P lending didorong beri pendanaan ke sektor produktif
ILUSTRASI. Peer to Peer Lending.


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri fintech lending atau kerap dikenal pinjaman online (pinjol) beberapa waktu belakang memang memiliki reputasi yang tercoreng akibat maraknya pinjol ilegal. Oleh karenanya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mendorong pendanaan di sektor produktif ditingkatkan karena di sektor tersebut minim pengaduan.

Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK, Bambang W. Budiawan pun bilang jika pendanaan di sektor produktif ini terus meningkat, reputasi industri fintech lending akan menjadi lebih baik. Selain membantu pertumbuhan bisnis UMKM, Bambang menjelaskan bahwa bunga pendanaan di sektor produktif ini tidak terlalu tinggi.

“Pada sektor produktif ini bunganya tidak tinggi-tinggi  karena keyakinan si lender ini adalah keyakinan pada bisnis model yang dibiayai melalui platform fintech ini. Juga, statistik mengatakan produktif ini jarang pengaduan,” ujar Bambang, beberapa waktu lalu.

Jika menilik data OJK, penyaluran pinjaman fintech lending di sektor produktif telah mendominasi dengan persentase 52,74% senilai Rp 61,06 triliun. Padahal, di tahun 2020, porsinya hanya mencapai 38,95% dengan nilai Rp 28,98 triliun.

Baca Juga: Transaksi digital banking di sejumlah bank naik tinggi

Ke depan, Bambang berharap fintech lending ini bisa bekerja sama dengan lembaga jasa keuangan lainnya seperti perbankan untuk menyalurkan kredit ke UMKM lewat fintech lending. Mengingat, perbankan memiliki kewajiban menyalurkan kredit ke UMKM minimal 20%. “Misalnya, ada bank yang nggak capable untuk masuk ke grassroot, mereka akan kerjasama menyalurkan kredit ke UMKM,” imbuh Bambang.

Hanya saja, meskipun OJK mendorong memberikan pendanaan ke sektor produktif, Bambang bilang bahwa pihaknya tidak bisa memaksa fintech lending agar hanya memberikan pendanaan ke sektor produktif karena itu kembali ke appetite bisnis tiap pemain.

Namun, saat nanti moratorium dihentikan dan pengajuan izin untuk fintech dibuka kembali, Bambang menjelaskan bahwa OJK akan melihat model bisnis dan perencanaan dari fintech tersebut.

“Misalnya produknya cashloan ya, esensi bahwa saya akan menetapkan suku bunga yang di atas yang ditetapkan atau di-announce oleh asosiasi, ya pasti susah akan diteruskan. Intinya harus mendukung apa yang menjadi niat dari industri untuk mengembangkan reputasinya sendiri,” imbuh Bambang.

Baca Juga: Per Oktober 2021, Amartha telah menyalurkan pendanaan sebesar Rp 1,92 triliun

Adapun, jika melihat ke pemain fintech lending yang saat ini memiliki produk cashloan, yang biasanya untuk sektor konsumtif, mulai beralih banyak memberikan pendanaan ke sektor produktif. Misalnya, MauCash yang pinjaman produktifnya berkontribusi mendekati 60% dari portofolio bisnis yang dimiliki dengan nilai Rp 1,2 triliun per Oktober 2021

Porsi pinjaman produktif di MauCash sendiri mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Bisa dilihat dari porsi produktif yang hanya 38% di tahun 2020 dengan nilai mencapai Rp 900 miliar.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×