Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Handoyo .
Head of Investment PT Avrist Asset Management Tbk Farash Farich mengatakan sebuah sinyal positif untuk bank bisa tumbuh di awal tahun. Meski tantangannya semakin berat ke depannya, terutama karena perlambatan ekonomi akibat penyebaran virus ini. "Dari sisi valuasi BNI termasuk yg sudah sangat rendah, Price to book 0.65x, di bawah standar deviasi historisnya," kata Farash.
Menurutnya ini juga bisa menjadi momen investor untuk mengoleksi saham BNI, apalagi dengan PBV saat ini yang menandakan saham bank pelat merah ini tengah undervalue. PBV adalah penilaian harga saham dengan nilai buku perusahaan.
Biasanya, saham yang memiliki rasio PBV besar, punya valuasi tinggi (overvalue) sedangkan saham dengan PBV di bawah 1 kali, punya valuasi murah. "Kemungkinan untuk valuasi kembali lebih rendah tetap ada. Tapi paling tidak valuasi saat ini sudah cukup menarik. Namun untuk antisipasi kemungkinan harga bisa lebih turun bisa dilakukan pembelian bertahap," ujarnya.
Dia menilai saham BNI menarik dikoleksi untuk investor jangka panjang. Pasalnya dengan kondisi saat ini, dan adanya pandemi COVID-19 industri perbankan pun tertekan. Saham BNI sendiri pernah mencapai PBV seperti ketika krisis 2008.
Baca Juga: OJK dan perbankan pastikan debitur KPR berhak dapat restrukturisasi
Saham bank dengan aset terbesar keempat ini tetap menarik perhatian investor, terutama investor domestik dengan nilai pembelian Rp 224,7 miliar, dan pembelian investor asing Rp 40,1 miliar. Pada penutupan perdagangan Senin, 6 April 2020 saham BBNI ditutup Rp 4.290/saham, melonjak hampir 7% dibandingkan penutupan Jumat 3 April 2020 sebesar Rp 4.010/saham.
Dengan catatan Loan to deposit ratio (LDR) yang bagus 2019, BNI memiliki ruang gerak yang cukup lebar untuk meningkatkan portofolio kreditnya. Hal ini tercermin dari penyaluran kredit BNI melesat 11,8% menjadi Rp 529,53 triliun, dibandingkan periode yang sama 2019 senilai Rp 473,61 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News