kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Laju kredit konsumsi bisa semakin panas


Rabu, 29 Agustus 2012 / 06:58 WIB
Laju kredit konsumsi bisa semakin panas
ILUSTRASI. Sekretaris Jenderal Palang Merah Indonesia (PMI) Sudirman Said


Reporter: Christine Novita Nababan |

JAKARTA. Kendati Bank Indonesia (BI) mengimbau perbankan mendorong kredit produktif, kenyataannya kredit konsumsi kian membengkak. Tiga sektor kredit konsumsi, yakni properti, kendaraan bermotor dan kartu kredit malah tumbuh di atas rata-rata, yaitu sekitar 23%. Lonjakan kredit ketiga sektor ini dikhawatirkan akan memicu overheating kredit.

Menurut Evi Firmansyah, Anggota Perbanas sekaligus Wakil Direktur Utama Bank Tabungan Negara, kekhawatiran BI tersebut tidak mengada-ngada. Permintaan kredit konsumsi memang deras.

Di kredit properti, misalnya, terjadi di kalangan menengah ke atas, tercermin dari kebutuhan terhadap rumah-rumah di atas 70 meter persegi dan apartemen. Padahal, harga bangunan ini terus melonjak.

Di kredit kendaraan bermotor, penyaluran kredit sepeda motor lebih melesat dibandingkan roda empat beberapa tahun terakhir. “Termasuk juga kartu kredit, bukan saja karena outstanding-nya cukup besar, tetapi juga karena tidak menggunakan jaminan,” ujarnya kepada KONTAN, kemarin.

Dari sisi penggunaan kredit, sebanyak 30% mengalir ke konsumsi. Sedangkan kredit modal kerja masih mendominasi sekitar 49% dari total kredit industri yang pada semester I tahun ini tembus Rp 2.452 triliun. Sisanya, mengalir ke kredit investasi

Perry Warjiyo, Direktur Eksekutif Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI sebelumnya mengungkapkan, pihaknya mendata sejumlah sektor yang pertumbuhan kreditnya harus dikendalikan agar tidak memicu overheating. Antara lain properti, otomotif dan kartu kredit. Regulator mencoba mengontrol ketiganya lewat sejumlah regulasi.

Misalnya saja, Peraturan BI Nomor 14/2/PBI/2012. Beleid ini mengatur syarat memiliki kartu kredit, hingga suku bunga maksimal. Sedangkan, pengaturan kredit otomotif dan perumahan melalui Surat Edaran BI Nomor 14/10/DPNP. BI menerapkan rasio loan to value (LTV) 70% bagi produk KPR dengan luas di atas 70 meter persegi dan KKB non produktif.

BI masih menyiapkan lagi kebijakan tambahan. Sebut saja, rencana penerapan LTV untuk bank syariah. Uang muka KPR 30% akan berlaku di perbankan syariah.

Steve Marta, General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia menampik jika "lahannya" disebut berpotensi memicu overheating. “Toh, jika dibandingkan dengan KPR dan KKB, outstanding kartu kredit tidak seberapa, yaitu rata-rata berkisar Rp 42 triliun per bulan,” terang dia.

Selain itu, rasio kredit macet atawa non performing loan (NPL) kartu kredit terus membaik. Tengok saja, NPL industri pada lima bulan pertama tahun ini hanya berkisar 3,8% atawa turun drastis dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni 6,6%. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×