kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.875   5,00   0,03%
  • IDX 7.308   112,68   1,57%
  • KOMPAS100 1.122   17,07   1,55%
  • LQ45 893   15,82   1,80%
  • ISSI 222   1,93   0,88%
  • IDX30 458   9,65   2,15%
  • IDXHIDIV20 552   12,62   2,34%
  • IDX80 129   1,50   1,18%
  • IDXV30 137   2,55   1,89%
  • IDXQ30 152   3,19   2,14%

Laporan BPK menyebut pembiayaan LPEI tak sesuai prinsip tata kelola


Minggu, 17 Mei 2020 / 16:16 WIB
Laporan BPK menyebut pembiayaan LPEI tak sesuai prinsip tata kelola
ILUSTRASI. kantor Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Indonesia Eximbank). KONTAN/Baihaki/9/2/2016


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) menilai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) belum sepenuhnya mematuhi ketentuan dan menerapkan prinsip tata kelola yang baik. Hal ini tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan terhadap LPEI tahun 2017 sampai dengan semester I-2019.

Dalam temuannya, BPK menyebut LPEI belum sepenuhnya menerapkan prinsip tata kelola yang baik dalam pemberian dan pengelolaan pembiayaan ekspor nasional. Alhasil, BPK merekomendasikan agar LPEI melakukan perbaikan pada proses bisnis pembiayaan mulai dari penetapan target market, inisiasi hingga monitoring pembiayaan, sebagai bagian dari kerangka penanganan pembiayaan bermasalah.

Baca Juga: UMKM binaan LPEI bisa ekspor saat pandemi covid-19, bukti pasar ekspor masih terbuka

Dalam laporan yang dirilis pada 31 Desember 2019 itu disebutkan bahwa LPEI memiliki pembiayaan bermasalah yang cukup tinggi. Hal ini terjadi di hampir di seluruh sektor pembiayaan. Yang tertinggi antara lain subsektor bidang perikanan dan laut yang punya NPF per tahun 2019 sebesar 56,28%. Kemudian pada subsektor bidang usaha pertambangan minyak dan gas bumi sebesar 28,5%. Serta ada pula bidang usaha industri logam dasar, besi baja yang NPFnya sebesar 29,92%. Dan masih banyaknya sektor lain yang punya NPF di level 11%-19%.

Temuan BPK kedua dalam laporan tersebut juga menyebutkan ada pemberian fasilitas kepada Grup "JD" yang belum sepenuhnya mempertimbangkan kinerja keuangan historikal, proyeksi yang wajar dan kemampuan guarantor. Untuk pembiayaan ini BPK memandang monitoring belum dilaksanakan secara optimal serta skema penanganan pembiayaan bermasalah belum dilakukan untuk semua gurp debitur.

Sementara temuan ketiga, persetujuan pemberian fasilitas pembiayaan dan pemberian izin penerbitan global bond kepada "Grup DT" belum sepenuhnya memperhatikan risiko gagal bayar. 

Temuan berikutnya, BPK menilai analisis pemberian pembiayaan kepada "Grup BJU" belum mempertimbangkan aspek terkait penurunan harga dan proyeksi produksi. Selain itu, belum terdapat agunan yang belum diikat dan belum adanya skema penanganan pembiayaan bermasalah.

Kalau dirinci, secara total ada 14 temuan BPK dalam laporan tersebut yang menilai kinerja pemberian fasilitas pembiayaan di LPEI belum maksimal. Terutama pemantauan pada debitur-debitur yang berpotensi bermasalah. Selain Grup JD, Grup DT dan Grup BJU, BPK juga menyoroti beberapa pembiayaan kepada debitur lainnya. Antara lain, Grup JMI, Grup Arkha, PT TMJ, PT CSL, PT DNS, PT LHS, PT KHP, dan PT PTM.

Sebelumnya Kontan.co.id mencatat LPEI atau Indonesia EximBank pada tahun 2019 lalu mencatatkan rugi bersih super jumbo sebesar Rp 4,7 triliun. Posisi sangat jauh menurun, lantaran pada tahun 2018 LPEI masih mencatatkan laba sebesar Rp 171,6 miliar.

Berdasarkan laporan keuangan LPEI yang dipublikan di Bursa Efek Indonesia (30/3), pendapatan LPEI sepanjang tahun 2019 menurun. Misal, pendapatan bunga dan usaha syariah yang turun sebesar 33,45% menjadi Rp 1,42 triliun. 

Baca Juga: Penurunan pendapatan dan kenaikan cadangan membikin EximBank merugi Rp 4,7 triliun

Semetara di tahun 2018, pendapatan bunga dan usaha syariah mampu mencetak pendapatan sebesar Rp 2,13 triliun.

Tak hanya itu saja, beban pembentukan cadangan akibat kerugian penurunan nilai aset keuangan alias CKPN LPEI juga membengkak hampir empat kali lipat menjadi menjadi Rp 6,68 triliun, sementara tahun 2018 hanya Rp 1,7 triliun.

LPEI juga mencatatkan penurunan aset hampir 10% menjadi Rp 108,7 triliun pada 2019, dibandingkan 2018 senilai Rp 120,1 triliun.

Selain itu, LPEI juga mencatatkan peningkatan Non Performing Loan (NPL) bruto sebesar 23,39%, jauh lebih tinggi dibandingkan 2019 sebesar 13,73%.

Berdasarkan laporan keuangan LPEI, pembiayaan dan piutang bermasalah dalam rupiah naik 53,04% menjadi Rp 22,88 triliun, dari Rp 14,95 triliun di sepanjang tahun 2018. Sektor perindustrian, pertanian dan sarana pertanian, serta pertambangan mencatatkan peningkatan NPL yang terbesar.

Catatan kontan.co.id, pada 30 Juni 2019, NPL EximBank menjadi 14,5%. Peningkatan NPL ini terjadi sebab, Eximbank punya exposure pembiayaan yang cukup besar di Duniatex Group.

Baca Juga: Fitch menetapkan rating Eximbank BBB

Total Eximbank menyalurkan pembiayaan senilai Rp 3,04 triliun kepada empat entitas dalam Duniatex Group.

Perinciannya, Rp 1,2 triliun kepada PT Delta Dunia Textile (DDT), Rp 1,5 triliun kepada Delta Merlin Sandang Textile (DMST), Rp 54 miliar kepada PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT), dan Rp 289 miliar kepada PT Delta Dunia Sandang Textile (DDST).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×