Reporter: Ferrika Sari | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan bisnis fintech peer to peer (P2P) lending menjadi peluang bisnis potensial bagi lembaga penjaminan. Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo) bahkan memprediksi, bahwa akan banyak perusahaan berbasis keuangan digital yang membutuhkan penjaminan untuk mengantisipasi gagal bayar para debitur.
Sekretaris Jenderal Asippindo Dian Askin Hatta mengatakan, kebutuhan lembaga penjamin kredit itu akan kian massif di masa-masa mendatang. Maka untuk menjawab tantangan zaman, perusahaan penjaminan diminta untuk terus mengembangkan produk penjaminan yang sesuai kebutuhan zaman dan pelaku industri, seperti usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
“Keberadaan perusahaan fintech telah dilirik oleh pelaku UMKM sebagai pembiayaan alternatif yang praktis dan mudah diakses dibandingkan pembiayaan konvensional. Maka, bukan mustahil kebutuhan pembiayaan akan lebih banyak difasilitasi perusahaan penjaminan,” kata Dian kepada Kontan.co.id, Minggu (24/6).
Meski demikian, sampai akhir tahun ini, perusahaan penjaminan yang membidik nasabah dari perusahaan fintech masih minim. Alasannya, mereka masih bersikap hati-hati terhadap perkembangan bisnis fintech dan melihat tingkat risikonya yang tinggi.
“Memang akan semakin banyak lembaga penjaminan yang memanfaatkan dan mencari peluang bisnis baru ini. Tapi tentunya mempertimbangkan prinsip kehati-hatian akan risiko yang timbul,” ungkapnya.
Dalam hal ini, undang-undang nomor 1 tahun 2016 terkait penjaminan, adalah payung hukum sekaligus pintu masuk bagi lembaga penjamin untuk memperbesar ceruk bisnis di penjaminan kredit.
Aturan ini memberikan jaminan kepastian kepada lembaga pembiayaan apabila terjadi risiko gagal bayar terhadap lembaga keuangan, di mana aturan ini mengatur perizinan lembaga pembiayaan, mekanisme penjaminan, hingga penyelesaian sengketa melalui lembaga alternatif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News