Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Industri perbankan syariah meminta konsep leverageĀ antara bank syariah dengan induk perusahaan perlu dipertahankan dalam rangka mengembangkan unit usaha syariah yang baru saja dipisah dari sang induk atauĀ spin off.
Ini terkait Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah terkait pemisahan UUS dengan bank umum konvensional mengatakan bahwa pemisahan paling lambat Juli 2023.
Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) Maryono mengungkapkan, industri perbankan memerlukan aturan yang jelas mengenai pelaksanaan konsep leveraging yang dilakukan induk usaha bank konvensional dengan anak usaha syariah.
Sebab, meski nantinya UUS BTN melaksanakan spin off, BTN sebagai induk usaha harus tetap melakukan pengawasan dan memperbaiki infrastruktur anak usahanya itu. Meski nantinya akan take off, kata Maryono, tapi BTN sebagai induk usaha tetap perlu menjaga kinerja BTN Syariah dari dalam, dengan melakukan pengawasan pada risiko manajemen, SDM, IT serta kompetensi lainnya.
"Harapannya setelah spin off masih bisa leveraging kepada induk usaha dalam grup. BTN menjadi holding dan BTN Syariah bisa menjadi anak usaha. Kalau memang aturan regulator nantinya memperbolehkan untuk leveraging, maka bisa digunakan karena itu efisiensi," kata Maryono di Jakarta, Jumat (16/10), akhir pekan kemarin.
Dalam persiapan spin off UUS BTN Syariah menjadi BUS, kata Maryono, perseroan memerlukan strategi untuk pengembangan syariah. BTN Syariah, salah satunya mempunyai pengalaman di dalam pembiayaan rumah yang sifatnya massal.
Strategi tersebut kata Maryono, bisa digunakan sehingga mampu memberikan hasil yang maksimal kepada industri perbankan secara keseluruhan dan peningkatan market share perbankan syariah sehingga tidak lagi terjebak pada market share 5%.
"Strategi ini yang kami gunakan. dan kenyataannya hasilnya bagus. Perbankan syariah punya potensi yang luar biasa," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Unit Usaha Syariah Maybank Indonesia Heri Mustaman menuturkan, pemanfaatan leveraging antara anak usaha bank syariah dengan induk usaha bank konvensional, memungkinkan bank syariah untuk tumbuh secara signifikan.
Sejak kemunculan praktik bank syariah pada 1992 hingga saat ini, pangsa pasar perbankan syariah baru sebesar 4,6%. Kendala terbesar dari perkembangan market share perbankan syariah adalah belum bisa masuk pada pembiayaan sektor korporasi dan komersial.
Menurut Heri, perbankan syariah banyak menyalurkan pembiayaan ke sektor UMKM. Padahal sektor ini memiliki risiko bisnis yang cukup besar. Dominannya penyaluran pembiayaan bank syariah ke sektor UMKM lantaran cost of fund atau biaya dana yang harus dikeluarkan bank syariah relatif tinggi ketimbang bank konvensional.
Hal inilah yang mengakibatkan bank syariah banyak menyalurkan pembiayaan ke sektor UMKM karena imbal hasil yang didapat pun cukup besar sehingga mampu menutupi ongkos biaya dana yang dikeluarkan bank. Heri mengaku, kondisi ini membuat bank syariah mengalami kesulitan untuk menyalurkan pembiayaan sektor korporasi yang memiliki kompetensi yang tinggi dengan perbankan konvensional.
"Nasabah pun 25% memilih menggunakan konvensional dan 1% menggunakan syariah. Masih ada peluang karena sisanya masih floating memilih syariah atau konvensional. Ini yang belum digarap
Floating mass bilang banyak yang tidak komunikasi dengan bank syariah. Sehingga produk bank syariah pun harus inovatif," katanya.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Darmansyah Hadad menuturkan, konsep leveraging dapat memberikan tenaga tambahan dari induk usaha kepada anak usaha syariahnya. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan jaringan induk, sistem IT induk, menawarkan islamic first atau mengutamakan produk syariah sangat memungkinkan.
"Terdapat keuntungan dengan melakukan leveraging. Kami akan melihat mengenai konsep ini," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News