kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Likuiditas perbankan mengetat, BI dan OJK yakin bank masih bisa atasi kebutuhannya


Senin, 29 Oktober 2018 / 16:26 WIB
Likuiditas perbankan mengetat, BI dan OJK yakin bank masih bisa atasi kebutuhannya
ILUSTRASI. Stabilisasi Nilai Tukar


Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi likuiditas perbankan menurut Bank Indonesia (BI) saat ini mulai mengetat. Hal ini ditunjukkan dengan realisasi rasio kredit dibanding dana pihak ketiga (DPK) atau loan to deposit ratio (LDR) yang mencapai 94% pada Agustus 2018.

Menurut Filianingsih Hendarta, Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI meskipun kondisi likuiditas mengetat, tapi pengetatannya tidak terlalu tinggi.

“Sehingga bank sangat mampu mencover kebutuhan likuiditas sebagaimana terlihat dari AL/DPK,” kata Fili kepada kontan.co.id, Senin (29/10). 

Angka rasio likuiditas seperti AL/DPK per September 2018 sebesar 19,16% atau naik dari posisi Agustus 2018 sebesar 18,34%.

Kondisi pengetatan likuiditas ini juga diamini oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner OJK bilang kondisi likuiditas sedikit menurun. “Namun masih dalam kondisi memadai,” kata Wimboh dalam rapat dengar pendapat dengan DPR, Jumat (29/10). 

Meski kondisi likuiditas mengetat, namun bank menurut catatan OJK masih mempunyai ekses cadangan sebesar Rp 453,5 triliun.

Fili menambahkan bank saat ini lebih bagus dalam mengelola likuiditas. Hal ini karena bank memiliki alat likuid yang lebih beragam. Jika dulu bank hanya mengoptimalkan instrumen operasi moneter sedang sudah banyak pemanfaatan surat berharga negara (SBN).

Kedua instrument tersebut sangat likuid dan bisa dimanfaatkan sewaktu-waktu dibutuhkan. Baik melalui repo antar bank maupun ke Bank Indonesia dengan penjualan putus.

Untuk mengatasi masalah likuiditas, BI juga menyediakan berbagai instrumen yang membantu pengelolaan likuiditas perbankan melalui operasi term repo maupun dengan standing atau lending facility.

BI menurut Fili selalu mencermati dan memonitor kebutuhan likuiditas perbankan. Bahkan saat ini sudah ada tambahan instrumen yaitu penyangga likuiditas makroprudensial atau PLM.

Dengan ini, bank wajib menyediakan alat likuid sebesar 4% dari DPK yang pada saat tertentu dimana terjadi keketatan likuiditas maka bank dapat merepokan sebesar 2% ke BI. Sehingga meskipun diperkirakan terjadi likuiditas BI menurut Fili akan selalu siap.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×