kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Perebutan DPK, bank kecil akui persaingan semakin sengit


Jumat, 26 Oktober 2018 / 13:46 WIB
Perebutan DPK, bank kecil akui persaingan semakin sengit
ILUSTRASI. Pelayanan Nasabah Bank Dinar


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren peningkatan suku bunga usai Bank Indonesia (BI) menaikkan tingkat suku bunga acuan membuat persaingan perebutan dana di pasar semakin ketat. Alhasil, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan kini semakin melambat.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, pada bulan September 2018 lalu DPK perbankan hanya tumbuh 6,6% secara year on year (yoy). Bila dibandingkan dengan bulan Agustus 2018 posisi ini terbilang menurun dari 6,88%.

Padahal di bulan September 2018, kredit perbankan sudah naik sebanyak 12,69% secara yoy. Nah, bila dirinci berdasarkan jenis banknya, terlihat bahwa bank kecil di kategori BUKU I dan II paling merasakan dampak persaingan tersebut.

Sebab, data statistik perbankan Indonesia (SPI) per Agustus 2018 yang dirilis OJK menunjukan DPK BUKU I mengalami penurunan 1,84% secara yoy. Sementara BUKU II dan BUKU III walau tipis masing-masing masih mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,69% dan 3,84%.

Sementara penguasa pasar di BUKU IV berhasil membukukan pertumbuhan DPK sebesar 9,69% yoy pada Agustus 2018 lalu. Kondisi ini praktis membuat likuiditas perbankan menjadi ketat, pasalnya pertumbuhan kredit sudah jauh lebih tinggi di masing-masing bank.

BUKU I dan II misalnya per Agustus 2018 lalu mencatatkan kenaikan kredit 8,4% dan 9,55%. Sementara BUKU III dan IV membukukan kredit lebih deras sebesar 12,21% dan 12,79%.

Sejumlah bank kecil yang dihubungi Kontan.co.id mengamini bahwa persaingan perebutan dana kian sengit. "Memang belakangan ini perebutan DPK semakin ketat. Bank pada akhirnya berlomba-lomba ikut menaikkan suku bunga deposito. Hal ini pun, mau tidak mau harus diikuti (bank lain)," ungkap Direktur Utama PT Bank Dinar Indonesia Tbk, Hendra Lie kepada Kontan.co.id, Jumat (26/10).

Namun, Bank Dinar menyatakan, setiap bank sudah punya mitigasi tersendiri untuk menghadapi hal tersebut. Misalnya saja, Bank Dinar sudah memupuk likuiditas cukup banyak sejak lama. Hasilnya, perusahaan ini tidak terlalu merasakan dampak pengetatan likuditas akibat persaingan di pasar.

Hal ini bisa terlihat dari posisi loan to deposit ratio (LDR) Bank Dinar yang relatif longgar per Kuartal III 2018 di level 70%. "Strateginya, kami memiliki hubungan baik dengan nasabah-nasabah kami. Likuiditas harus dijaga, karena kondisi saat ini membuat suku bunga deposito naik, dan ini membuat biaya dana (cost of fund) naik," tuturnya.

Senada, Direktur PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk (BWS) I Made Mudiastra juga mengatakan kondisi likuditas perusahaan saat ini cenderung aman. Meski memang, adanya kenaikan kurs mata uang rupiah terhadap dollar AS terus membuat suku bunga acuan BI naik.

Beberapa mitigasi yang sudah dilakukan BWS diantaranya dengan secara selektif memberikan bunga khusus (special rate) sesuai kondisi pasar. "BWS meskipun tergolong BUKU II termasuk kriteria bank asing dan modalnya masih cukup kuat. Sehingga kami bisa bersaing dalam mencari dana dengan BUKU III dan BUKU IV," jelasnya.

Sebagai gambaran saja, sampai dengan bulan Agustus 2018 lalu BWS membukukan total DPK senilai Rp 15,88 triliun. Jumlah tersebut relatif menurun tipis sebanyak 0,37% bila dibandingkan dengan bulan Agustus 2018 lalu sebesar Rp 15,94 triliun. Meski begitu, perseroan optimis DPK masih dapat tumbuh hingga mencapai Rp 19,3 triliun pada penghujung 2018.

Setali tiga uang, Direktur Utama PT Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE) Sasmaya Tuhuleley mengamini persaingan dana di pasar perbankan kian mengetat. Salah satu penyebabnya, antara lain permintaan kredit yang lebih besar dibanding tahun sebelumnya.

Belum lagi, adanya penerbitan surat utang negara antara lain Obligasi Ritel Indonesia 015 (ORI015) yang turut menyedot DPK perbankan lewat penawaran kupon sebesar 8,25%.

Namun Sasmaya menilai, sejauh ini kondisinya masih dalam batas wajar. Lagipula, bank-bank kecil di BUKU I dan II seperti BKE sudah dapat memprediksi dan terbiasa dengan hal seperti ini. Nah, menurut BKE yang saat ini menjadi masalah bukan soal likuditas, melainkan naiknya cost of fund perbankan yang kurang terkendali terutama di bank kecil.

"Bagi BKE, kami jelas yakin bisa mengamankan pertumbuhan DPK, karena sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. Hanya saja, memang ada dampak terhadap kenaikan cost of fund," ujarnya. Kendati demikian, Sasmaya optimis, bank yang dinakhodainya mampu mencatatkan peningkatan DPK sejalan dengan pertumbuhan kredit yakni di level 12%.

Sekadar informasi, per September 2018 BKE mencatatkan DPK tumbuh sebesar 11,54% yoy menjadi Rp 3,51 triliun. Sementara LDR memang meningkat dari 91,62% per kuartal III 2017 menjadi 92,91% pada Kuartal III 2018 lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×