kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.199   -19,00   -0,12%
  • IDX 7.101   4,31   0,06%
  • KOMPAS100 1.062   -0,16   -0,01%
  • LQ45 836   -0,04   -0,01%
  • ISSI 215   0,08   0,04%
  • IDX30 427   0,29   0,07%
  • IDXHIDIV20 515   1,86   0,36%
  • IDX80 121   -0,07   -0,06%
  • IDXV30 125   -0,20   -0,16%
  • IDXQ30 143   0,19   0,13%

Lima titik rawan jalur e-banking


Senin, 09 Juli 2012 / 10:22 WIB
Lima titik rawan jalur e-banking
ILUSTRASI. Harga sepeda wanita Polygon Claire24 Rp 3 jutaan, punya style khas Eropa


Reporter: Roy Franedya |

JAKARTA. Semakin bertambahnya volume dan nominal transaksi dengan menggunakan layanan elektronik perbankan ternyata berbanding lurus dengan jumlah peningkatan kejahatan elektronik. Tak bisa dipungkiri, perbankan harus semakin kreatif meningkatkan keamanan demi kenyamanan nasabah.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Ronald Waas, mengatakan masyarakat luas harus memahami setiap penggunaan teknologi layanan perbankan pasti memiliki risiko. "Masalah keamanan adalah tanggung jawab bersama, semua pihak harus turut serta berperan aktif," ujarnya, Kamis (5/7).

Berdasarkan kajian Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII), ada beberapa titik rawan dalam keamanan dan kasus kejahatan terkait layanan perbankan elektronik di Indonesia.

Pertama, kerawanan prosedur perbankan, yaitu lemahnya proses identifikasi dan validasi calon nasabah, sehingga mudah dilakukan pemalsuan identitas.

Kedua, kerawanan fisik. Saat ini, bank banyak menggunakan kartu berjenis magnetic stripe card yang tidak dilengkapi pengaman cip. Tanpa pengamanan di sisi ini, pelaku kejahatan mudah melakukan skimming nomor PIN pemilik kartu.

Ketiga, kerawanan aplikasi. Aplikasi yang dikembangkan oleh perbankan harus mengikuti kaidah secure programming dari ujung depan hingga akhir di belakang.

Keempat, kerawanan perilaku atau faktor manusia baik dari bank maupun dari nasabah yang cenderung tidak hati-hati ketika bertransaksi. Kelima, kerawanan regulasi dan kelemahan penegakan hukum.

Pencurian identitas

Hingga Mei 2012 tercatat 1.009 kasus fraud atau penipuan kartu yang dilaporkan dengan nilai kerugian Rp 2,37 miliar. Modus terbanyak adalah pencurian identitas dan kasus card not present (CNP), masing-masing 402 kasus dan 458 kasus.

Ada 18 penerbit yang mengalami kasus ini dengan nilai kerugian antara Rp 545 juta sampai Rp 1,14 miliar. "Bila terjadi kejahatan, bank dan nasabah langsung berkoordinasi dengan aparat untuk mengeliminir kerugian," kata Joko Purbo, Kepala Unit Perbankan Direktorat Tindak Pidana Khusus Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.

Joko menyarankan, adanya peningkatan peran pengawas internal dan BI. Sementara BI yakin, masyarakat akan semakin sadar dengan keuntungan dan risiko penggunaan kartu sebagai alat pembayaran.

Apalagi, pengguna layanan elektronik perbankan adalah masyarakat kelas atas. "Cara edukasi dan sosialisasi keamanan dalam bertransaksi akan lebih mudah dilakukan," tambah dia

Sebelumnya, KONTAN menulis, angka fraud telah turun 30% sejak bank menggunakan PIN 6 digit dan ciip kartu kredit sejak 2010 lalu. Penggunaan ciip ini juga meluas ke kartu debit dan ATM. Nantinya, BI menargetkan semua kartu debit sudah menggunakan chip di tahun 2016. Pengguna kartu hingga Mei mencapai 15,06 juta kartu, naik 6,4% dalam setahun. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×