Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) telah memperluas aspek kelembagaan, tugas dan fungsi dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Oleh karena itu, LPS mulai melakukan sosialisasi terkait mandat baru yang diamanatkan pada lembaga tersebut kepada para stakeholder di sektor keuangan.
UU tersebut memberikan mandat kepada LPS sebagai penyelenggara Program Penjaminan Polis (PPP) untuk melindungi pemegang polis, tertanggung atau peserta dari perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya akibat mengalami kesulitan keuangan.
Nantinya, dalam penyelenggaraan PPP, LPS berfungsi untuk menjamin polis asuransi dan melakukan resolusi perusahaan asuransi dengan cara likuidasi. Program tersebut akan efektif pada tahun 2028, atau lima tahun dari terbitnya UU P2SK.
Penguatan dan penambahan kewenangan LPS lainnya adalah pemeriksaan bank dan perusahaan asuransi, Penempatan dana pada Bank Dalam Penyehatan (BDP), dan Pengecualian kewenangan tertentu LPS dari UU PT, UU Perbankan dan UU Pasar Modal.
Selain itu, UU P2SK juga memperkuat arah koordinasi antar otoritas yang terlibat di dalam sektor keuangan yang yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan LPS yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa melihat bahwa keberadaan UU P2SK akan menjadi salah satu tonggak reformasi sektor keuangan di Indonesia. Menurutnya, undang-undangan ini akan menjawab beberapa hal yang masih menjadi tantangan sektor keuangan seperti masalah literasi keuangan, ketimpangan akses keuangan, perlindungan investor dan konsumen, serta kebutuhan atas penguatan kerangka koordinasi penanganan stabilitas sistem keuangan.
"Keberadaan UU P2SK ini memiliki urgensi yang tinggi untuk segera dapat diimplementasikan," kata Purbaya pada pada Pertemuan Tahunan LPS dengan Stakeholder sektor keuangan, Selasa (19/6).
Purbaya bilang, LPS menyambut baik adanya beberapa perubahan pengaturan tersebut, termasuk adanya mandat baru yang diberikan. LPS akan berkomitmen penuh untuk mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya guna mengemban amanah baru yang diberikan.
Sementara Kepala Eksekutif LPS Lana Soelistianingsih mengatakan bahwa pengaturan UU P2SK terjadi sejak perubahan UU No 24/2004 tentang LPS. Perubahan kelembagaan yaitu organ LPS sama dengan Dewan Komisioner (DK), pembidangan tugas DK, pembentukan Badan Supervisi LPS, juga Anggota Dewan Komisioner yang dipilih DPR yang diusulkan Presiden.
Menurut Lana, ada penguatan dan penambahan kewenangan LPS yaitu pemeriksaan bank dan perusahaan asuransi, Penempatan dana pada Bank Dalam Penyehatan (BDP), Pelaksanaan Program Penjaminan Polis (PPP) dan Pengecualian kewenangan tertentu LPS dari UU PT, UU Perbankan dan UU Pasar Modal.
Lana menilai keberadaan UU ini jelas akan memberikan banyak pengaruh dan penyesuaian pada visi-misi juga penguatan SDM. "Termasuk regulasi, infrastruktur dan sistem IT sebagai bagian transformasi selama masa transisi dan mudah-mudahan terus dinamis lima tahun ke depan," katanya.
Anggota Dewan Komisioner LPS Didik Madiyono menjelaskan resolusi bank khususnya dalam alur penanganan dan penyelesaian bank sesuai UU P2SK yaitu bank dalam pengawasan normal, bank dalam penyehatan dan bank dalam resolusi.
"Terkait rencana resolusi ini, semua bank wajib membuat resolution plan. Untuk bank yang belum ada resolusi, kita sosialiasi untuk penyusunannya. Sebab mencegah kegagalan bank itu lebih baik daripada mengobati kalau gagal. Jadi pendekatan kita adalah dalam usaha penyehatan," pungkas Didik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News