kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   0,00   0,00%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

MasterCard siap dukung implementasi NPG


Rabu, 03 Desember 2014 / 20:21 WIB
MasterCard siap dukung implementasi NPG
ILUSTRASI. Rangkaian Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Jika tidak ada aral melintang, Bank Indonesia (BI) bakal mewujudkan mimpi mendirikan national payment gateway (NPG) atau sistem pembayaran nasional sendiri. Tahap awal, BI sendiri yang turun sebagai penyedia infrastruktur prinsipal lokal kartu kredit.

Setelah sistem prinsipal lokal mumpuni, regulator sistem pembayaran ini akan melepas status prinsipal lokal ke tangan pihak lain. Sebagai salah satu prinsipal global, MasterCard mengaku sangat mendukung cita-cita bank sentral tersebut.

Country Manager MasterCard Indonesia, Irni Palar mengungkapkan, sebagai perusahaan yang berkedudukan di Indonesia, pihaknya sangat mendukung keinginan bank sentral dalam melaksanakan NPG ini. Sebagai pihak yang sudah ahli dalam menangani jaringan kartu kredit global di lebih dari 200 negara, MasterCard membuka diri untuk berbagi keahlian dan pengalaman dalam mewujudkan sistem pembayaran nasional.

Irni bilang, ada beberapa hal sebagai saran yang patut diingat dari MasterCard terkait pelaksanaan NPG ini yaitu keamanan atau security dan juga keselamatan data nasabah atau safety. Irni menceritakan, MasterCard sebagai jaringan prinsipal global, tak luput dari upaya pembobolan atau hack kartu kredit.

Setiap hari, terdapat antara 8.000-11.000 upaya pembobolah kepada MasterCard. "Tapi karena kami sangat secure, jadi tidak bisa ditembus. Nah, keamanan ini yang harus diperhatikan dengan seksama," kata Irni, Rabu (3/12).

Kedua, kata Irni, adalah sistem tentu harus handal dan dapat dipercaya alias reliable. Sebab, jika ada kendala seperti mati listrik, diharapkan operasional jaringan prinsipal tetap masih bisa berjalan. Selain itu, aspek sumber daya manusia alias human capital juga perlu diperhatikan.

Diperlukan SDM yang kompeten di Indonesia untuk bisa menjalankan institusi NPG ini. "Kami mengingatkan dan tentunya kalau keahlian MasterCard mau digunakan, kami sangat open terhadap hal itu. Dalam hal ini bukan masalah branding, tapi lebih kepada sistem dan fungsionalitas yang bisa kami kontribusikan kepada negara," ucapnya.

Karena itu, kata Irni, pihaknya membuka diri untuk berdialog dengan regulator sistem pembayaran yaitu Bank Indonesia untuk tindak lanjut hal ini. "Kami bisa memberikan saran terbaik kepada regulator dan sebaliknya, regulator bisa memberitahu rencananya seperti apa dan dampaknya seperti apa. Nanti sama-sama berkolaborasi. Kedepannya, untuk bisnis agreement dan juga commercial deal bisa dibicarakan belakangan," ucap Irni.

Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas mengatakan, BI bakal membangun sistem infrastruktur prinsipal lokal pada pertengahan tahun 2015. Sebagai prinsipal lokal, BI memiliki peran sebagai switchier atau penyedia jaringan.

Sedangkan, bank-bank lokal akan berperan sebagai issuer atau penerbit kartu kredit lokal. Diharapkan pada pertengahan tahun depan, sudah ada bank yang menjadi penerbit.

Tujuan BI ingin membentuk prinsipal lokal adalah untuk mengurangi ketergantungan terhadap prinsipal luar negeri. Saat ini, sejumlah prinsipal global, seperti Visa dan Mastercard, mengenakan biaya (fee) tinggi pada setiap transaksi kartu kredit.

Apalagi, transaksi kartu kredit digunakan di dalam negeri. Bank sentral ingin memindahkan fee yang berasal dari transaksi kartu kredit di dalam negeri masuk kembali ke sini, tidak ditransfer ke luar negeri sehingga neraca jasa di Indonesia menjadi defisit.

Sebagai gambaran, fee transaksi kartu kredit dari prinsipal asing sekitar 3% per transaksi. Biaya itu tidak mengalir ke prinsipal saja, namun dibagi ke merchant dan issuer. Hampir 80%–90% dari total transaksi kartu kredit menggunakan sistem prinsipal asing. Sisanya, hanya 5%–10% transaksi dilakukan di luar negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×