Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mengawali tiga bulan pertama tahun 2024, kinerja industri perbankan terutama bank dengan kategori modal inti KBMI 4 bisa terbilang kurang memuaskan dengan pertumbuhan laba yang mini.
Tiga dari empat bank KBMI bahkan mencatat pertumbuhan laba yang di bawah 5% secara tahunan (YoY)
Namun, analis menilai hal tersebut bukan berarti saham mereka tak layak dikoleksi. Bahkan, jika terjadi koreksi dari saham-saham bank KBMI 4, maka itu menjadi momentum bagi investor untuk menambah portofolionya di saham bank tersebut.
Terbaru, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) melaporkan catatan laba bersih mereka pada periode kuartal I-2024 ini sebesar Rp 12,7 triliun atau naik 1,13% YoY. Pertumbuhan ini menjadi yang paling kecil di antara bank KBMI 4 lainnya.
Baca Juga: Asing Net Buy Saat Reli IHSG Berlanjut, Cek Saham yang Banyak Dikoleksi
Meski demikian, Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengungkapkan bahwa kinerja Bank Mandiri tetap terjaga di kondisi yang terjadi saat ini. Di mana, kondisi likuiditas dan ketegangan geopolitik menjadi tantangannya.
Darmawan lebih menyoroti bagaimana bank berlogo pita emas ini tetap mampu meningkatkan penyaluran kredit di periode tersebut. Secara konsolidasi, penyaluran kredit Bank Mandiri mampu tumbuh 19,1% YoY menjadi Rp 1.435 triliun.
“Kami optimis penyaluran kredit Bank Mandiri akan terus tumbuh di atas industri dengan kondisi likuiditas yang terjaga,” ujar Darmawan, Selasa (30/4).
Ia pun melihat masih ada peluang tren suku bunga akan turun menjelang akhir tahun ini. Dengan demikian, kondisi itu bisa menjadi harapan kinerja industri perbankan bisa lebih baik dibandingkan 2023.
Ia juga melihat atas stress test yang dilakukan terhadap dinamika secara global, hasilnya masih sangat resilience terhadap kinerja industri perbankan di Indonesia. Terlebih di Bank Mandiri, Darmawan bilang pihaknya melihat kondisinya masih lebih baik dengan skenario moderat to worse.
“Likuiditas kondisinya masih bisa mendukung rencana ekspansi dengan rasio-rasio likuiditas yang masih di atas standar,” ujarnya.
Sementara itu, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) masih menjadi bank dengan laba terbesar di periode Januari hingga Maret 2024 senilai Rp 15,88 triliun. Namun, dari sisi pertumbuhannya tetap terbilang kecil karena hanya sekitar 2,5% YoY.
Direktur Utama BRI Sunarso pun mengungkapkan pihaknya akan terus mencermati perkembangan kondisi perekonomian global dan disaat bersamaan akan lebih fokus pada tantangan domestik.
Ia melihat saat ini kondisi ekonomi global mengalami ketidakpastian yang tinggi, dikarenakan The Fed diperkirakan akan lebih lama mempertahankan suku bunga acuannya di level tinggi untuk meredam laju inflasi di AS.
Di sisi lain tensi geopolitik di Timur Tengah yang tengah memanas membuat investor memindahkan asetnya ke “safe haven” sehingga menekan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
“Meskipun demikian, kita tetap optimistis dengan kinerja BRI ke depan dan akan lebih fokus terhadap tantangan domestik,” ujarnya.
Baca Juga: Bursa Wall Street Jatuh Jelang Pertemuan The Fed
Selanjutnya, ada PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang juga mengalami pertumbuhan kecil. Di mana, bank berlogo 46 ini mencatat pertumbuhan laba bersih sekitar 2% YoY dengan nilai mencapai Rp 5,32 triliun.
Sebagai pembeda, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi satu-satunya bank yang bisa mencatat pertumbuhan laba bersih hingga 11,7% YoY menjadi Rp 12,9 triliun. Namun, perlu diingat, pada kuartal pertama 2023 yang lalu, laba bersih BCA bisa tumbuh hingga 43% YoY.
Menanggapi kinerja bank-bank KBMI 4 tersebut, Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto bilang kinerja di kuartal I-2024 yang relatif melambat ini sudah diantisipasi oleh market dengan koreksi yang terjadi.
Ia mencontohkan BBRI yang sempat mengalami penurunan hingga 25% dari level tertingginya. Namun, tekanan jual terhadap saham tersebut sudah semakin mereda pasca pelaporan kinerja keuangan oleh bank.
Dalam hal ini, Pandhu tak menutup mata ada beberapa kondisi yang menyebabkan bank memiliki tantangan. Salah satunya, suku bunga yang tinggi sejauh ini telah berdampak pada peningkatan cost of fund, sehingga para bank perlu mengeluarkan beban lebih tinggi bagi para nasabah.
Bahkan, ia menyoroti sebagian bank sudah menyiapkan provisi lebih besar untuk mengantisipasi peningkatan NPL tahun ini terkait kenaikan beban bunga pinjaman yang mungkin menjadi tidak terjangkau bagi sebagian kreditur.
Namun, Pandhu bilang saat ini saya sudah cukup menarik untuk kembali mengoleksi saham perbankan bigcaps. Alasannya, belum ada sesuatu yang terlalu mengkhawatirkan dan sejauh ini masih tampak cukup solid.
“Biasanya jika koreksi sudah mencapai sekitar 20%-25% sudah bisa mulai mengoleksi untuk investasi jangka panjang, kecuali jika memang kondisi ekonomi berubah menjadi suram,” ujarnya.
Untuk saat ini, Pandhu lebih merekomendasikan untuk menambah koleksi pada BBRI. Sebab, di antara bank KBMI 4 lainnya, BBRI yang tercatat sudah mengalami koreksinya lebih tajam dibanding yang lain.
“Rekomendasi beli dengan target harga Rp 6.100,” ujarnya.
Sementara itu, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus melihat saham-saham perbankan ini dalam beberapa hari terakhir juga memang tekanan dari tensi geopolitik hingga kemungkinan mundurnya penurunan tingkat suku bunga The Fed yang berujung dengan naiknya suku bunga Bank Indonesia.
Ia bilang kenaikan tingkat suku bunga itu menjadi semacam kotak pandora. Pada satu sisi membawakan kebaikan dari untuk NIM perbankan, di sisi lainnya membawakan tekanan karena penyaluran kredit berkurang.
Baca Juga: Asing Net Buy Saat Reli IHSG Berlanjut, Cek Saham yang Banyak Dikoleksi
“Namun masing masing perbankan sudah memiliki segmented customer-nya masing masing sehingga membantu menopang penyaluran kredit untuk tetap berjalan meskipun tentu penurunan kredit tidak dapat terelakkan,” ujarnya.
Sejauh ini, Nico melihat secara fundamental bank-bank KBM4 masih kuat dan secara prospek masih sangat positif. Sebab, bank-bank KBMI 4 ini sudah kompak mengalami kenaikan karena tensi geopolitik yang mulai berkurang.
Hanya saja, Nico mengingatkan masih ada potensi terjadi koreksi. Alasannya, dalam waktu dekat bakal ada pertemuan The Fed dan pengumuman data inflasi serta ketenagakerjaan di Amerika Serikat.
“Sejauh ini potensi koreksi cukup besar, namun justru menjadi sebuah kesempatan,” ujarnya.
Secara teknikal, Nico menyebutkan saham-saham bank KBMI 4 seperti BBCA, BMRI, BBNI, dan BBRI masih baik untuk dikoleksi. Menurutnya, fundamentalnya tetap kuat serta mampu bertahan di tengah ketidakpastian yang terjadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News