Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Suatu siang di tahun 2005, Mazril Koto keluar dari kantor Bank Indonesia (BI) di kota Padang, Sumatera Barat. Ia baru saja mendapatkan bekal pengetahuan untuk mendirikan Bank Tani, sebuah Lembaga Keuangan Mikro Agraria (LKMA) di Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Ide mendirikan Bank Tani bagi Mazril diawali kenyataan begitu banyaknya petani di Sumatera Barat yang kesulitan mendapatkan pinjaman kredit dari perbankan. Penyebab utamanya adalah bunga yang teramat tinggi dari BPR dan bank umum sehingga dirasa memberatkan petani.
Selain itu, status tanah di Sumatera Barat merupakan hak ulayat. Sehingga jarang ada petani memiliki sertifikat tanah untuk bisa dijadikan agunan agar mendapatkan kredit dari bank.
Setelah mendapat penjelasan dari BI, Mazril kemudian berdiskusi dengan 4 kawannya di Sekolah Lapangan Pertanian di Kabupaten Agam. Dari situlah disepakati dibentuk semacam bank tani yang khusus menyalurkan kredit bagi para petani. Nama bank tani tersebut adalah LKMA Prima Tani.
Pendirian LKMA Prima Tani diawali dari penjualan saham senilai Rp 100.000,00 per lembar saham. Dari 200 petani di Baso, Kabupaten Agam, berhasil terkumpul modal sebanyak Rp 15 juta. Mazril kemudian ditunjuk menjadi Ketua. “Saat itu modal awal cepat terserap habis untuk disalurkan sebagai kredit kepada para petani. Bunganya tidak tinggi, sekitar 12% per tahun,” ujar Mazril.
Pendirian semacam bank bagi para petani di Kabupaten Agam mendapat respons positif dari masyarakat petani. Namun kondisi ini berakibat LKMA Prima Tani sempat kesulitan cash flow karena pinjaman kredit para petani belum dikembalikan. Inilah yang membuat Mazril memiliki ide untuk membuat produk tabungan seperti halnya di perbankan.
Adapun jenis-jenis tabungan di LKMA Prima Tani benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat petani. Seperti tabungan pupuk, tabungan pendidikan anak, tabungan ibu melahirkan dan tabungan hari raya. “Peruntukan tabungan itu memang sesuai judulnya. Misal tabungan hari raya, hanya bisa diambil menjelang Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha,” kata Mazril saat dihubungi KONTAN, Kamis (25/9).
Keberhasilan bank petani ini segera tersebar luas. Banyak organisasi masyarakat datang ke bank petani ini untuk melakukan studi banding. Bahkan, dalam kunjungannya meninjau gempa di Padang pada 2007, beberapa Menteri mampir ke LKMA Prima Tani ini.
Sayangnya, bibit perpecahan mulai muncul antara 5 pengurus pendiri bank tani karena perbedaan visi dan misi. Masril kemudian keluar pada tahun 2009. Saat itu aset sudah mencapai Rp 150 juta. "Saya ingin menularkan keberhasilan ini untuk petani lainnya," tutur Mazril.
Mulailah Mazril berjuang seorang diri menjadi relawan. Berbekal sepeda motor lamanya, Mazril berkeliling Sumatera Barat untuk memperkenalkan konsep LKMA kepada kelompok-kelompok petani di Sumatera Barat, tanpa bayaran sepeser pun. "Mereka hanya mengisi bahan bakar sepeda motor saya," kata Masril.
Kiprah Mazril semakin berkibar karena di saat bersamaan, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat juga menggalakkan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Program ini bertujuan lebih memberdayakan para petani. Ia diminta membantu pemerintah dalam program ini untuk merintis upaya pembentukan LKMA di berbagai negeri. Namanya pun kian berkibar sebagai pencetus bank petani. "Saya ingin mengajak petani berdaulat secara pangan dan ekonomi di desanya," katanya.
Kini, ada sekitar 900 LMKA yang telah dibentuk Mazril, dengan aset mulai dari Rp 300 juta hingga Rp 4 miliar per LMK. Dia menaksir, total kelolaan dana LKMA secara keseluruhan mencapai Rp 90 miliar dengan 1.500 tenaga kerja yang merupakan anak petani. “Sekarang saya berusaha untuk merintis pendirian LKMA di Indonesia timur. Karena LKMA adalah bentuk jasa keuangan yang sesuai bagi kemampuan petani maupun kearifan lokal masyarakat Indonesia,” pungkas Mazril.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News