kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Membobol bank lewat kredit


Rabu, 22 Maret 2017 / 14:45 WIB
Membobol bank lewat kredit


Reporter: Agung Jatmiko, Dikky Setiawan, Sinar Putri S.Utami | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Kabar tak sedap kembali mengusik industri perbankan nasional. Kamis dua pekan silam (9/3), Badan Reserse Kriminal Mabes Polri (Bareskrim Polri) mengungkap kasus dugaan pembobolan tujuh bank senilai Rp 836 miliar. Rinciannya, senilai Rp 398 miliar di bank milik negara dan Rp 438 miliar di bank swasta. 

Dari tujuh bank tersebut, tiga di antaranya bank badan usaha milik negara (BUMN), yakni PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.

Tiga lainnya merupakan bank swasta, yakni PT Bank HSBC Indonesia, PT Bank Commonwealth, dan PT Bank QNB Kesawan Tbk. Adapun, satu bank lain, yang sebelumnya disebut-sebut PT Bank UOB Indonesia, belakangan dibantah oleh pihak manajemen bank tersebut. 

Pada akhir Februari 2017, Bareskrim Polri telah menangkap dua orang tersangka yang diduga pelaku pembobol bank dengan modus pengajuan kredit modal kerja ini.

Dua tersangka itu bernama Harry Suganda dan seorang lainnya berinisial D. Harry Suganda adalah pemilik PT Rockit Aldeway, perusahaan yang diklaim oleh pelaku bergerak di bisnis batu split. 

Sayangnya, keberadaan PT Rockit Aldeway ini sulit ditelusuri. Di berbagai situs mesin pencari, Tabloid KONTAN sulit menemukan profil detail perusahaan tersebut.

Tapi, selain sebagai pemilik PT Rockit Aldeway, kepolisian menyebutkan, Harry Suganda pernah bekerja sebagai pegawai bank. Sedangkan tersangka lainnya berinisial D, salah satu pegawai di bank BUMN yang dibobol tersebut.

Dalam perkembangan terbaru, penyidik Bareskrim Mabes Polri mengindikasikan bakal ada tersangka lain dalam kasus ini. Brigadir Jenderal (Pol) Agung Setya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri bilang, pihaknya telah memeriksa para manajer bank yang kebobolan. 

“Saat ini, tersangka masih dua, yakni HS dan D. Sejauh ini kami sudah memeriksa 43 orang saksi,” ujar Agung kepada Tabloid KONTAN, Rabu dua pekan lalu (15/3).

Selain itu, lanjut Agung, penyidik telah menyita aset tidak bergerak milik HS yang berupa sejumlah properti tanah dan bangunan. Cuma, Agung belum mau membeberkan nilai dan lokasi asetnya. Barang bukti yang disita polisi juga masih ditaksir nilai asetnya dalam proses verifikasi. Sebab, ada agunan milik pihak lain yang dicantumkan Harry dalam pengajuan kredit ke bank yang dibobol.

Tapi, dari penelusuran KONTAN, Harry Suganda diketahui pernah melakukan lelang sejumlah asetnya pada tahun lalu melalui kurator. Sekadar catatan, Rockit Aldeway dinyatakan pailit pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 11 Februari 2016, 

Jika merunut pembagian aset pailit Rockit pada Januari 2017, kurator pailit telah melakukan pembayaran tahap pertama dari penjualan 18 aset Rockit dan Harry senilai Rp 143,36 miliar. Aset itu berupa lahan, kendaraan, dan bunga rekening bank. 

Modus pembobolan

Untuk membantu penyidikan kasus ini lebih jauh, Agung menegaskan, Bareskrim Polri sudah minta bantuan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pengawasan. Hal ini terutama menyangkut transaksi mencurigakan dari para pelaku ke pihak lain dan menelusuri aset Harry Suganda. 

“Nah, proses (analisis) PPATK butuh waktu lama. Sekitar satu atau dua bulan mendatang baru bisa diumumkan hasilnya,” imbuh Agung.

Sebelumnya, Agung menyebutkan, penyidik Bareskrim menemukan aliran dana masuk senilai Rp 1,7 triliun di rekening Harry Suganda. Namun, aliran dana itu belum diketahui asal usul dana maupun ke mana saja uang di rekening itu mengalir.

Yang pasti, dari catatan kepolisian, Agung mengaku, modus Harry Suganda membobol tujuh bank terbilang baru. Pasalnya, Harry melalui perusahaan fiktifnya Rockit Aldeway mengajukan kredit dan kemudian mempailitkan perusahaan tersebut untuk menghindari kewajiban membayar tagihan kredit. 

Untuk melancarkan pencairan kredit, Harry juga memalsukan dokumen pengajuan kredit berupa 10 purchase order (PO) dari 10 perusahaan berbeda. Dokumen itu diajukan agar pihak bank yakin kalau Rockit punya bisnis yang baik karena banyak permintaan batu split.

Kredit itu diajukan Harry ke bank pada medio Maret–Desember 2015. Nah, demi melancarkan kredit tersebut, di salah satu bank Harry bekerjasama dengan pelaku D agar mempengaruhi verifikator bank bekerja tidak maksimal dan segera mencairkan kredit tersebut. D diduga menerima imbalan Rp 700 juta dari Harry.

Seharusnya, Agung membeberkan, pengajuan kredit yang normal adalah pemohon akan mengajukan permohonan kepada pihak bank. Pengajuan kredit ini diterima oleh representatif manajer kredit yang ada di bank.

Nah, Harry layaknya nasabah biasa, mengajukan kredit tersebut dengan memenuhi semua prosedur, dokumen dan agunan yang ditetapkan bank. Singkatnya, tersangka mengajukan kredit modal kerja dengan dokumen yang disurvei bank. 

“Selanjutnya HS mempengaruhi representative manager bank untuk melakukan hal-hal yang menyimpang agar permohonannya disetujui dan dokumen atau formulir yang telah diisi dan seharusnya melewati proses pengecekan, jadi tidak dicek,” beber Agung.

Demi melancarkan modus pailitnya, Harry Suganda juga membuat perusahaan di Singapura. Seolah-olah perusahaan itu ada kerjasama dengan Rockit, dan kemudian Rockit dipailitkan karena utang Rp 1 triliun. Karena itu, dalam daftar pailit Rockit, muncul kreditur bernama Trilium Global Pte Ltd dengan tagihan senilai Rp 1 triliun. 

“Padahal perusahaan di Singapura itu milik dia juga. Ini kami dalami lagi,” kata Agung.

Persoalannya, benarkah pihak bank tidak melakukan pengecekan atas pengajuan kredit Harry Suganda? 

Endy Abdurahman, Direktur Utama Bank Muamalat menampiknya. Dia bilang, tidak ada yang salah dalam pencairan kredit Muamalat kepada Rockit. Berdasarkan investigasi internal, semua proses prosedur pencairan kredit Muamalat kepada Rockit berjalan baik. 

“Jadi, tidak ada sanksi dari kami untuk karyawan bersangkutan (dalam proses kredit itu),” kata Endy kepada Tabloid KONTAN. 

Selain itu, kata Endy, proses pengajuan kredit juga telah diawasi kantor pusat. Pasalnya, kewenangan pencairan kredit Bank Muamalat hanya ada di kantor pusat. “Kantor cabang tidak punya otorisasi pencairan kredit. Tapi, yang namanya nasabah mau berbuat fraud, sulit dihindari,” imbuh Endy.  

Endy menambahkan, Rockit Aldeway mengajukan kredit ke Muamalat pada akhir 2015 dan dicairkan Rp 100 miliar. Cuma, dalam perjalanan pembayaran cicilan kredit, Rockit tidak memenuhi kewajibannya. Merasa ada yang janggal, pihak Muamalat pun melaporkan Harry selaku pemilik Rockit ke kepolisian pada Februari 2016. 

Kini, dari sisi mitigasi risiko, Endy mengklaim pihaknya telah menguasai agunan Rockit Rp 93 miliar berupa aset tanah dan bangunan.

Senada, Ryan Kiryanto, Sekretaris Perusahaan BNI mengklaim, pihaknya telah melakukan proses analisa kredit secara profesional. Di antaranya, mempertimbangkan prospek usaha, kinerja keuangan dan kemampuan bayar Rockit saat mengajukan kredit. 

“Ini semua implementasi dari prinsip kehati-hatian yang harus dijunjung tinggi pelaku perbankan,” ujarnya.

Hanya saja, kata dia, fasilitas kredit yang didapat Rockit dari BNI dalam perjalanannya bermasalah. Karena itu, Ryan menilai kasus yang menimpa di BNI bukan pembobolan bank, melainkan kredit macet. “Kami sudah laporkan pelaku ke polisi pada Februari 2016,” katanya.

Cuma, Ryan enggan mengungkapkan nilai kredit macet Rockit di BNI. Dia hanya bilang, pihaknya terus berkoordinasi dengan pihak kepolisian. “Kami  tetap mengupayakan recovery dalam proses kepailitan yang diajukan Rockit,” imbuh Ryan.

Berbeda dengan BNI, Bank Mandiri berencana mengajukan pembatalan pailit Rockit. Rohan Hafas, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri bilang, upaya itu bisa ditempuh setelah pemilik Rockit dijadikan tersangka oleh polisi.

“Ada delik pidana yang bisa kami jadikan bukti guna membatalkan pailit,” katanya kepada Tabloid KONTAN.

Langkah pembatalan kepailitan Rockit perlu ditempuh agar Bank Mandiri bisa langsung menjual agunan Rockit. Kata Rohan, agunan Rockit yang bisa dikejar setelah pailit dibatalkan, nilainya ditaksir sekitar 80% dari total kredit sebesar Rp 250 miliar yang dicairkan Mandiri. 

Rohan menambahkan, langkah Rockit mempailitkan diri sendiri merupakan trik pemilik perusahaan untuk menghindari kewajibannya membayar kredit di bank. “Kalau pailit artinya mereka bangkrut. Nah, jika kami melikuidasi agunan lewat pailit, harus melalui kurator. Ini bisa lain ceritanya,” imbuh dia.

Sementara itu, manajemen Bank Commonwealth menyerahkan sepenuhnya kasus kredit macet Rockit ke pihak kepolisian.

“Rockit Aldeway sudah pailit. Jadi kami mengikuti sesuai ketentuan undang-undang kepailitan,” kata Safitri Damajanti, Head of Communication and Corporate Secretary Commonwealth Bank kepada Tabloid KONTAN.

Menurut Safitri, Rockit mengajukan pinjaman ke Bank Commonwealth pada awal tahun 2015. “Kami tidak bisa menyebutkan nilai kreditnya karena status Rockit sudah dalam keadaan pailit,” tambah dia. Yang terang, ujar Safitri, nilai kreditnya tak sampai Rp 100 miliar. 

Begitu pula manajemen Bank HSBC Indonesia, yang menyerahkan kasus kredit macet Rockit ke aparat hukum.

“Karena saat ini kasusnya masih dalam investigasi kepolisian, kami tidak bisa memberikan komentar dulu. Nanti saja setelah ada hasil dari pihak kepolisian,” kata Daisy K. Primayanti, Juru bicara HSBC Indonesia.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×