Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
Laba bersih BCA pada bulan kasih itu hanya tercatat Rp1,42 triliun atau turun 14,6% YoY dan melorot 51,1% dari bulan sebelumnya. Ini merupakan perolehan laba bulanan terendah yang ditorehkan bank swasta ini sejak Februari 2018. Namun, laba perseroan secara total dua bulan pertama masih sebesar 13,7% YoY menjadi Rp 4,33 triliun.
Lee Young Jun, Analisi Mirae Asset Sekuritas dalam risetnya pada 2 Maret 2020 mengatakan, melambatnya pertumbuhan laba BCA tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan biaya pencadangan yang cukup tinggi dari Rp 348,2 miliar pada Februari 2019 menjadi Rp 1,09 triliun.
Baca Juga: Laba bersih Bank Negara Indonesia (BBNI) di Februari melesat 27,7%
Dari sisi penyaluran kredit dan penghimpunan DPK, BCA menorehkan pertumbuhan masing-masing sebesar 8,6% menjadi Rp 574,89 triliun dan 12,4% YoY menjadi Rp 704,8 triliun. Dengan begitu Loan to deposit ratio (LDR) BCA tetap di 82% yang menunjukkan bahwa bank ingin sangat likuid.
Sedangkan BNI hanya mencatatkan pertumbuhan kredit 1,5% YoY hingga Februari 2020 menjadi Rp 529,53 triliun dan DPK naik 2,5% YoY menjadi
Rp 573,29 triliun. LDR bank ini tetap ketat di 92,4% dengan rasio CASA berada di 64,8%.
Kredit BRI tumbuh 7,1% YoY menjadi Rp 856,35 triliun dan penghimpunan DPK meningkat dua digit sebesar 12,1% YoY jadi 956,58 triliun. Bank Mandiri menorehkan kredit tumbuh cukup bagus yakni 10,7% YoY menjadi Rp 766,76 triliun dan DPK meningkat 8,1% YoY menjadi Rp 796,6 triliun.
Lee Young Jun memprediksi pertumbuhan kinerja keuangan BNI ke depan tidak akan berlanjut karena dampak Covid-19 akan menekan perseroan. Apalagi, eksposur kredit perseroan yang terdampak langsung terhadap pandemi corona cukup besar.
Baca Juga: Kekhawatiran masih menyelimuti pergerakan rupiah
"Kami menganggap pertumbuhan BNI tidak akan berlanjut karena biaya kredit dan NPL akan mulai meningkat pada akhir kuartal II 2020, sedangkan pertumbuhan kredit dan NIM akan turun mendekati akhir semester I," jelasnya.