Reporter: Herry Prasetyo | Editor: Imanuel Alexander
Bulan Oktober lalu, sepucuk surat dari Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) tiba di rumah Erwin Aryawan. Selain memberitahukan aturan pembatasan kepemilikan kartu kredit, surat tersebut meminta pegawai swasta di Semarang ini untuk memperbarui data pendapatan ke bank penerbit kartu kredit atau menutup kartu kredit yang tidak diinginkannya.
Surat dari AKKI itu merupakan tindak lanjut Peraturan Bank Indonesia (BI) tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu, yang terbit pada tahun 2012. Melalui aturan baru itu, BI membatasi kepemilikan kartu kredit berdasarkan usia dan pendapatan masing-masing nasabah.
Menurut beleid itu, pemegang kartu kredit harus memiliki pendapatan di atas Rp 3 juta per bulan. Artinya, nasabah dengan pendapatan di bawah Rp 3 juta dilarang memiliki kartu kredit. BI juga mengatur, pemegang kartu kredit dengan pendapatan Rp 3 juta hingga Rp 10 juta per bulan hanya boleh memiliki kartu kredit maksimal dari dua penerbit. Adapun, nasabah dengan pendapatan di atas Rp 10 juta dikecualikan dari pembatasan kepemilikan kartu kredit.
Aturan ini untuk menerapkan prinsip manajemen risiko kredit, baik di sisi penerbit kartu kredit maupun pengguna kartu kredit. Peter Jacob, Direktur Departemen Komunikasi BI, mengatakan, banyak orang memiliki kartu kredit namun tidak punya kapasitas untuk membayar transaksi kartu kreditnya. Padahal, alih-alih sebagai alat kredit, kartu kredit sejatinya merupakan alat pembayaran.
Di sisi lain, penerbit kartu kredit selama ini jorjoran menerbitkan kartu kredit tanpa memilah-milah calon nasabah. Alhasil, banyak orang yang terjebak kredit bermasalah dalam penggunaan kartu kredit.
Tengok saja, rasio kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL) pada kredit yang penarikannya menggunakan kartu terbilang tinggi. Meski saat ini terus menurun, NPL kartu kredit pernah mencapai level 4,26% pada tahun 2011 lalu sebelum aturan pembatasan kepemilikan kartu kredit diterbitkan (lihat infografis).
Beleid pembatasan kepemilikan kartu kredit ini berlaku mulai awal tahun depan. Makanya, AKKI bersama seluruh penerbit kartu kredit telah mengumpulkan data pemegang kartu kredit yang punya pendapatan Rp 3 jutaRp 10 juta. Hasilnya, ada sekitar 460.000 kartu kredit yang harus ditutup. Kami sudah mengirim pemberitahuan kepada pemegang kartu kredit dan memberi kesempatan mereka untuk memilih kartu mana yang akan ditutup, kata Steve.
Nah, Erwin termasuk salah seorang pemegang kartu kredit yang terkena aturan itu. Maklum, penghasilan per bulan pria berusia 30 tahun ini di bawah Rp 10 juta. Padahal, ia saat ini mengantongi empat kartu kredit dari empat bank penerbit kartu kredit.
Selain surat dari AKKI, Erwin juga menerima pesan pendek (SMS) dan surat elektronik dari bank penerbit. Isinya meminta dia segera membikin personal identification number (PIN) kartu kredit.
PIN enam digit
Penggunaan PIN enam digit pada kartu kredit juga merupakan aturan BI yang mulai berlaku awal tahun depan. Terhitung mulai 1 Januari 2015, PIN enam digit wajib digunakan sebagai sarana verifikasi dan autentikasi transaksi kartu kredit di merchant di Indonesia. Dengan begitu, verifikasi dan autentikasi menggunakan tanda tangan tidak lagi dibolehkan, kecuali untuk transaksi di negara lain. Selain mengikuti standar internasional, penerapan PIN enam digit supaya transaksi kartu kredit lebih aman, kata Peter.
Steve mengatakan, para penerbit kartu kredit telah siap menerapkan aturan PIN enam digit. Selain melakukan sosialisasi kepada pemegang kartu kredit, penerbit juga sudah mempersiapkan infrastruktur yang dibutuhkan untuk menerapkan verifikasi dan autentifikasi transaksi melalui PIN.
Tardi, Executive Vice President Consumer Finance Bank Mandiri, mengatakan, pihaknya sudah mengingatkan para pemegang kartu kredit sejak pertengahan tahun ini melalui berbagai media, seperti e-mail, lembar tagihan, maupun SMS.
Di sisi lain, Bank Mandiri sudah meningkatkan fitur mesin electronic data capture (EDC) dengan menginjeksi perangkat lunak baru. Jadi, pada saat transaksi, mesin EDC secara otomatis meminta PIN enam digit. Hingga akhir pekan lalu, Tardi bilang, persiapan mesin EDC sudah mencapai 90%.
Meski penerbit kartu kredit giat bersosialisasi, pemegang kartu kredit justru tampak belum siap menerapkan PIN enam digit mulai awal 2015. Tardi bilang, Bank Mandiri mengadakan survei kecil-kecilan kepada pemegang kartu kredit Bank Mandiri terkait aktivasi PIN. Hasilnya, banyak nasabah yang belum melakukan aktivasi.
Padahal, Bank Mandiri juga menggelar program undian berhadiah dan insentif bunga murah untuk transaksi tarik tunai di ATM. Dengan mengikuti program tersebut, pemegang kartu kredit diharapkan mau mengaktifkan PIN enam digit. Namun, banyak pemegang kartu kredit masih belum peduli, kata Tardi.
Ketidaksiapan pemegang kartu kredit menerapkan PIN enam digit, menurut Steve, memang menjadi kekhawatiran industri kartu kredit. Menurut dia, pemegang kartu kredit masih membutuhkan masa transisi untuk membiasakan diri menggunakan PIN. Karena itu, Tardi mengungkapkan, Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) sudah bertemu BI dan meminta relaksasi tenggat waktu penerapan PIN enam digit.
Permintaan industri ini tampaknya memperoleh respons positif dari regulator. Deputi Gubernur BI Ronald Waas mengatakan, BI tengah mengevaluasi kebijakan PIN enam digit. Namun, evaluasi bukan lantaran permintaan industri melainkan inisiatif BI seiring perkembangan inisiatif baru seperti gerakan nasional non-tunai. Untuk hasil evaluasinya tunggu saja, kata Ronald.
Jadi, penerapan PIN enam digit akan diundur, Pak?
***Sumber : KONTAN MINGGUAN 11 - XIX, 2014 Laporan Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News