kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Meski ada stimulus, bank tetap kompak bentuk pencadangan kredit tahun ini


Rabu, 07 April 2021 / 19:31 WIB
 Meski ada stimulus, bank tetap kompak bentuk pencadangan kredit tahun ini
ILUSTRASI. BRI akan memperkuat pencadangan sesuai dengan rencana bisnis perusahaan


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam kondisi pandemi Covid-19, tingkat risiko kredit perbankan jelas meningkat. Hal ini praktis membuat seluruh bank agresif membentuk pencadangan yang kuat sejak tahun 2020 lalu. 

Besarnya risiko kredit juga membuat bank semakin berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Dus, untuk menghadapi situasi tersebut pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun telah mengeluarkan kebijakan berupa stimulus penjaminan kredit modal kerja untuk debitur korporasi dengan pinjaman mulai dari Rp 5 miliar hingga Rp 1 triliun. Sebelumnya, kredit yang diberikan penjaminan dimulai dari Rp 10 miliar.

Aturan tersebut berlaku per tanggal 1 April 2021. Adapun secara rinci, ada tiga klasifikasi besaran penjaminan oleh pemerintah. Pertama untuk pelaku usaha dengan nilai penjaminan Rp 5 miliar hingga Rp 50 miliar akan ditanggung 100% oleh pemerintah. Kedua, penjaminan lebih dari Rp 50 miliar sampai dengan Rp 300 miliar juga dijamin penuh.

Ketiga, pemerintah juga memberikan stimulus untuk pelaku usaha dengan penjaminan lebih dari Rp 300 miliar hingga Rp 1 triliun melalui dua skema.

Untuk periode 1 April hingga 31 Juli 2021 sebesar 80% diberikan penjaminan oleh pemerintah dan 20% sisanya oleh debitur. Lalu, pada 1 Agustus sampai dengan 17 Desember 2021, pemerintah menanggung 70% penjaminan, sedangkan 30% dibayar oleh pelaku usaha.

Dalam aturan sebelumnya, untuk penjaminan lebih dari Rp 300 miliar hingga Rp 1 triliun, pemerintah hanya menjamin 50% dan 50% lagi dibayar oleh debitur.

Meski ada program penjaminan kredit dari pemerintah, perbankan menyatakan bakal tetap memupuk pencadangan kredit. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) misalnya yang menjelaskan akan memperkuat pencadangan sesuai dengan rencana bisnis perusahaan.

Baca Juga: Simpanan nasabah jumbo di bank meningkat di Februari 2021

Direktur Manajemen Risiko Bank BRI Agus Sudiarto menjelaskan, dalam membentuk pencadangan pihakanya tentu mempertimbangkan kondisi ekonomi yang dinilai masih menantang. "Untuk menjaga kehati-hatian maka pembentukan pencadangan akan terus kami lakukan sesuai kemampuan dan ketentuan yang ada serta kondisi objektif dari nasabahnya," ujar dia kepada Kontan.co.id, Rabu (7/4). 

Sekurang-kurangnya menurut Agus, besaran pencadangan yang dibentuk pada tahun 2021 akan setara dengan tahun sebelumnya. Sekretaris Perusahaan Bank BRI Aestika Oryza Gunarto juga menambahkan, secara rencana bisnis bank (RBB) pihaknya mematok rasio non performing loan (NPL) di level 3%. 

Itu artinya, posisi rasio pencadangan BRI akan diupayakan untuk dijaga pada kisaran 250%. "Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pencadangan tersebut antara lain kondisi ekonomi serta success rate dari restrukturisasi yang dilakukan BRI," imbuhnya. 

Tapi di sisi lain, bank nomor wahid dari segi aset ini menyebut pihaknya sangat mengapresiasi kebijakan pemerintah untuk menjaminkan kredit korporasi sehingga bisa menekan potensi risiko. "Namun, untuk saat ini fokus penyaluran kredit BRI ada pada segmen UMKM," terangnya. 

Sebagai catatan, tahun 2020 BRI mencatat NPL sebesar 2,94% meningkat dari tahun 2019 yakni 2,62%. Perseroan sudah membentuk rasio pencadangan cukup jumbo mencapai 248% dari setahun sebelumnya 166,6%. 

Pun, dari sisi provisi alias pencadangan BRI juga naik signifikan menjadi Rp 64,1 triliun. Posisi itu naik dari cadangan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 37,5 triliun atau meningkat 70,93% yoy. 

Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk  (BBCA) mencermati bahwa perekonomian Indonesia akan membaik tahun ini seiring dengan dimulainya vaksinasi Covid-19. Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim menyatakan perbankan masih akan tetap melakukan pencadangan sebagai upaya refleksi kualitas kredit ke depannya sejalan dengan pemulihan ekonomi di tahun 2021.

“Sepanjang tahun 2020, BCA membukukan biaya pencadangan sebesar Rp 11,6 triliun, meningkat 152,3% yoy. Sementara itu, perseroan mencatatkan rasio kredit bermasalah (NPL) terjaga pada level 1,8%,” ujar Vera. 

Di sisi lain, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mengatakan pembentukan cadangan kredit juga menjadi kewajiban bank dalam rangka memenuhi ketentuan PSAK 71. "Dalam aturan ini sudah memutuskan forward looking atau expected loss. Makanya ada kenaikan signifikan dari sisi CKPN," ujar Direktur Keuangan Bank BNI Novita Widya Anggraini belum lama ini. 

Menurut catatan perseroan, untuk posisi Desember 2020 pihaknya telah membentuk CKPN sebesar Rp 16,2 triliun. Novita menjelaskan tahun ini BNI akan tetap memperkuat sisi pencadangan guna mengantisipasi risiko penurunan kualitas kredit. 

Sama halnya dengan PT Bank Mandiri Tbk yang berencana untuk menambah pencadangan opsional tahun ini sebesar Rp 1 triliun. Utamanya, cadangan tersebut akan dipakai untuk debitur restrukturisasi terdampak Covid-19. 

Baca Juga: Makin banyak merchant dompet digital terapkan QRIS

Meski begitu, Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin menegaskan, tahun ini memproyeksi kemampuan membayar debitur bakal meningkat. Sebab di tahun lalu, jumlah kredit yang berpotensi menjadi NPL telah menurun. Akhir tahun 2020, Bank Mandiri memprediksi sekitar 10%-11% dari kredit yang direstrukturisasi berpotensi downgrade jadi kredit bermasalah.  

Sebagai informasi saja, tahun lalu Bank Mandiri mencatat NPL sebesar meningkat sebanyak 76 basis poin (bps) secara tahunan menjadi 3,09%. Adapun, tahun 2020 perseroan sudah meningkatkan rasio pencadangan sebesar 229,1% dari periode setahun sebelumnya 144,3% alias naik 85%.

Bukan cuma bank besar saja, bank kecil seperti PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (Bank Sumut) juga lakukan hal serupa. Sekretaris Perusahaan Bank Sumut Syahdan Siregar menjelaskan tahun lalu perseroan sebenarnya sudah membentuk pencadangan atau CKPN kredit sebagai antisipasi terhadap debitur yang terdampak Covid-19 sebesar Rp 88 miliar. 

Melihat situasi pandemi yang belum tuntas, tahun 2021 pihaknya akan kembali membentuk CKPN kredit. Terutama bagi debitur yang punya risiko tinggi di tengah pandemi. "Bank sumut akan kembali membentuk CKPN kredit yang terdampak Covid-19 lebih tinggi dibanding dengan tahun sebelumnya," paparnya. 

Selanjutnya: BEI akan meluncurkan indeks syariah baru IDX MES BUMN17 bulan ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×