Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Industri dana pensiun pemberi kerja dengan berat hati menerima keputusan iuran Jaminan Pensiun dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Meski iurannya diatas ekspektasi mereka, namun setidaknya industri dinilai masih bisa bernapas.
Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Mudjiharno Sudjono menyebut mereka semula mendukung usualan dari Asosiasi Penghusaha Indonesia (Apindo) yang sebesar 1,5%. Namun pemerintah akhirnya memutuskan iuran Jaminan Pensiun adalah sebesar 3%. "Karena ini adalah perintah UU, maka kami dengan berat hati menerima dan siap melaksanakan," kata dia, Selasa (30/6).
Ia mengakui, besaran iuran yang akhirnya ditentukan bakal cukup terasa dampaknya bagi dana pensiun skala kecil. Di mana pendirinya merupakan perusahaan skala menengah ke bawah.
Menurut dia, dari 231 dana pensiun anggota ADPI, lebih dari 70% asetnya masih di bawah Rp 200 miliar. "Artinya pendiri dapen anggota ADPI itu mayoritas adalah perusahaan yang tidak terlalu besar," lanjutnya.
Bagi dapen segmen ini, ada potensi untuk menghentikan iuran suka rela mereka. Tapi tentu harus dikaji secara serius agar tak merugikan nasabah mereka.
Meski begitu, iuran Jaminan Pensiun sebesar 3% disebutnya masih membuka peluang bagi mereka untuk bisa tetap eksis dan berdampingan dengan badan sosial eks PT Jamsostek (Persero) ini.
Ia menggambarkan dengan porsi iuran pemberi kerja yang sebesar 2% dari cap gaji Rp 7 juta, perusahaan harus merogoh kocek sebesar Rp 140.000. Dengan besaran itu diharapkan pemberi kerja anggota ADPI masih mampu untuk mengiur BPJS Ketenagakerjaan tanpa menghentikan iuran dàna pensiun sukarela yang telah ada.
Ia menambahkan paling tidak keputusan ini lebih melegakan ketimbang usulan Kementerian Tenaga Kerja yang sebelumnya mengusulkan iuran sebesar 8%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News